Selamat Datang di Blog Meliana

INFO PEMANGGILAN PLPG ANGKATAN 1 LPTK RAYON 5


Bagi guru-guru yang belum sertifikasi seperti saya pasti menunggu kapan ya dipanggil untuk PLPG, saya begi infonya yang barusan tadi saya cari tau apakah nama saya termasuk pada pelaksanaan kegiatan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) bagi guru dalam jabatan Kemendiknas Prov. Riau dan Kepri kuota tahun 2011 untuk Tahap 1 akan diselenggaran :
Kegiatan : PLPG Angkatan 1 (satu)
Jadwal Kegiatan : Tanggal 3 Juli - 12 Juli 2011
Tempat Pelaksanaan : Terlampir
Check In : Minggu, Pukul 13.00 - 18.00 WIB Di Lokasi Penempatan PLPG
Peserta : PDF  EXCEL 
Keterangan : Akomodasi dan konsumsi peserta ditanggung oleh panitia

Peserta diharapkan membawa :
a. Surat Tugas dari Atasan/Kepala Sekolah
b. Fotocopy ijazah terakhir (tidak harus di legalisir)
c. Perangkat pembelajaran (RPP, Media, LKS, buku-buku bacaan/rujukan sesuai dengan mata pelajaran yang yang dibina, diharapkan membawa laptop jika dimiliki dll)
d. Diharapkan membawa Laptop (notebook)

Khusus peserta PLPG bidang studi BK (Konselor) :
Membawa Laporan Pelaksanaan Program Pelayanan BK di sekolah masing-masing, meliputi : Agenda Kerja, Daftar Konseli (siswa), Data Kebutuhan dan Permasalahan Konseli, Laporan Bulanan dan semester, Aktifitas Pelayanan B & K, dan Laporan Hasil Evaluasi Program BK serta tindak lanjutnya.

Informasi Kegiatan
Sekretariat LPTK Rayon 5 Universitas Riau, telp. 0761 63750
Kontak Person : Drs. Fadly Azhar, Dipl., M.Ed. 08127581850 dan Hermandra, MA. 085278551977

email : rayon_5@yahoo.com dan website : http://rayon5.unri.ac.id/

Informasi Lokasi PLPG
GEDUNG GURU RIAU (GGR), Jl. Lobak Arengka Pekanbaru, telp. 0761 64375
BALAI PELATIHAN KESEHATAN (BAPELKES) Kota Pekanbaru, Jl. Soebrantas, telp. 0761 34176
BALAT DIKLAT KEHUTANAN (BDK) Kota Pekanbaru, Jl. Soebrantas Km. 8,5 telp. 0761 61325, 0761 61992
HOTEL INDRAYANI, Jl. Sam Ratulangi No. 2 Pekanbaru, telp. 0761 35600, 0761 38329, 0761 32078, 0761 32080, 0761 33461
HOTEL ASEAN, Jl. Jend. Sudirman No. 722 Pekanbaru, telp. 0761 23677, 0761 24811
HOTEL NUANSA, Jl. Tanjung Datuk No. 87 Pekanbaru, telp. 0761 26363, 0761 24474
HOTEL RADJA, Jl. Hasanuddin No. 16, telp. 0761 34176

Sumber : http://rayon5.unri.ac.id/

Kisah Hapalan Pak Didi


Kisah ini ditulis oleh seorang teman, yang mana kisahnya bermula dari sini "Tempat di ujung kiri shaf pertama hampir tak pernah ditempati oleh jama'ah lain (selalu lebih dulu di tempati oleh pak Didi), seakan tempat itu sudah ‘di-booking’ secara ekslusif oleh pak Didi.

Pak Didi, lelaki berusia lebih dari 60 tahun yang nikmat penglihatannya kini sudah diambil kembali oleh Sang Pemilik Sejati ini, memang selalu menempati tempat tersebut. Wajar jika pak Didi mendapatkan shaf pertama karena beliau selalu (sering) menjadi orang pertama yang hadir di mushala. Terlebih jika shalat subuh, beliaulah yang selalu melantunkan shalawat, membangunkan jama'ah lain yang masih terlelap dalam tidurnya. Dan ujung kiri adalah tempat yang paling mudah dijangkau olehnya yang selalu datang dari pintu sebelah kiri, berjalan meraba tembok dan berhenti ketika jangkauan tangannya menyentuh dinding bagian depan.

Pak Didi, pria santun yang beberapa waktu lalu pernah aku tulis kisahnya lantaran rumus  90 Langkah Menuju Mushola-nya. Pak Didi yang tetap istiqamah shalat berjama'ah di mushala, meskipun untuk sampai di sana beliau harus meraba dan menghitung langkah kakinya karena kedua mata fisiknya tak mampu lagi membedakan gelap dan terang. Bukan, bukan karena tak ada keluarga yang mengantarkan, tapi karena pak Didi lebih senang berangkat ke mushala sendiri (khususnya untuk shalat Subuh, sedang untuk shalat-shalat lainnya pak Didi sering diantar oleh istri atau cucunya). Pak Didi yang telah membukakan kesadaranku, memberiku semangat untuk terus shalat berjama'ah di mushala. Dan jika kini aku mencoba kembali menulis tentangnya, semua karena ‘hobi’ barunya.

Seminggu terakhir, pak Didi sedang rajin menghafalkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Kalau surah Yaasiin sudah lama beliau hafal. Yang sekarang sedang menarik minatnya untuk dihafalkan adalah surat An-Nisaa’ ayat 59–60. Pernah aku bertanya ada apa dengan ayat ini, sehingga beliau tergerak untuk menghafalkannya, apakah ayat-ayat sebelumnya sudah hafal semua ataukah ada pengalaman khusus dengan ayat ini? Dengan tersenyum ramah (salah satu ciri khasnya), beliau katakan bahwa sebenarnya ayat-ayat lainnya belum hafal, tapi beliau tertarik untuk menghafal ayat tersebut lantaran beliau pernah mengikuti sebuah pengajian yang kebetulan membahas ayat tersebut.

Bagaimana pak Didi belajar menghafal, sedangkan membaca pun beliau tak bisa? Adalah Haji Sidik atau terkadang pak Minong yang sering mendampingi pak Didi menghafal, sambil menunggu datangnya waktu Isya. Dan meski sudah tergolong ‘sepuh’, daya ingat pak Didi ternyata masih cukup kuat. Itu kuketahui ketika kemarin malam aku dimintanya untuk mendampingi beliau menghafal surat An-Nisa ayat ke-59 dan 60. Kebetulan malam itu hanya ada aku dan pak Didi, jama'ah lainnya yang biasa mengaji sudah pada pulang, barangkali ada satu keperluan sehingga mereka baru datang kembali beberapa saat sebelum adzan Isya berkumandang. Dua ayat yang cukup panjang ini mampu dihafal pak Didi dengan baik. Aku menyimak hafalan pak Didi sambil membuka Al-Qur'an. Hampir semuanya betul, hanya ada beberapa yang tajwidnya kurang pas (menurutku).

Selanjutnya pak Didi meminta agar aku membacakan ayat selanjutnya. Dan subhanallah, hanya beberapa kali kubacakan, pak Didi langsung bisa menghafalnya. Bahkan, secara tak sengaja aku pun jadi ikut menghafalkan, meskipun baru satu ayat. Alhamdulillah.

Satu hal yang kudapat dari belajar menghafal bersama pak Didi malam itu. Semangat pak Didi yang menggebu, dan ini membuatku merasa malu. Aku teringat masa kecil di kampung dulu, almarhum Romelan mengajari kami menghafal juz Ama. Hampir semua surat-surat di juz ke-30 berhasil kami hafalkan meskipun baru sebatas hafalan tanpa mengerti arti dan kandungannya. Tapi kini, astaghfirullah! Tinggal beberapa surat yang masih kuingat, itupun terbatas pada surat-surat yang biasa kubaca di setiap shalat.

Pernah beberapa waktu yang lalu, aku mencoba menghafalkan kembali surat-surat pendek ditambah dengan artinya. Namun sayang, hafalanku terhenti di surat Al-‘Ashr. ‘Kesibukan’ duniawiku menjadi alasannya. Astaghfirullah, ampuni aku ya Allah.

Dan malam itu, ketika pak Didi meminta (tepatnya mengajakku) menghafal bersama, muncul sebuah keinginan untuk kembali membenahi hafalanku yang dulu. Bukan hanya hafal bacaannya, tapi juga artinya. Dengan mengerti artinya, mudah-mudahan ke depannya bisa memahami kandungannya, insya Allah. Terima kasih pak Didi, kembali untuk kedua kalinya engkau telah membukakan kesadaran sekaligus memberikan semangat padaku. Semoga Allah menetapkan hidayah itu padamu, juga kepadaku. Amin.

***

Kudedikasikan tulisan ini untuk pak Didi, semoga engkau adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah dalam sabdanya berikut ini.

Dari Anas RA, katanya : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah 'Azza wa jalla berfirman : Jikalau Aku memberi cobaan kepada hambaKu dengan melenyapkan kedua matanya -yakni menjadi buta-, kemudian ia bersabar, maka untuknya akan Kuberi ganti syurga karena kehilangan keduanya, yakni kedua matanya itu." (Riwayat Bukhari).

* Tulisan ini sebelumnya pernah saya publikasikan di  eramuslim  dan kotasantri

Makna Pantun



Pantun merupakan hasil Sastera Melayu yang tertua. Pantun Melayu ialah pengucapan kemelayuan dan berbentuk non-naratif. Karya-karya pantun yang dicipta mempamerkan nilai-nilai jati diri dan corak pemikiran masyarakat lama. Dalam pantun turut terkandung pelbagai unsur keindahan antaranya ialah pantun mempunyai dua bahagian utama iaitu pembayang dan maksud. Rima akhirnya pula ialah a , b , a , b atau a , a , a , a dan dari segi suku katanya pula ialah antara lapan hingga 12 suku kata. Gaya bahasa yang digunakan juga adalah gramatis atau indah-indah belaka dan mereka menggunakan unsur alam dalam mencipta pantun seperti pokok, daun, bunga dan sebagainya. Selain itu, pantun juga mempunyai daya ciptaan masyarakat melayu lama yang tinggi nilainya, bernilai seni dan asli. Pantun ini digunakan oleh masyarakat zaman dahulu bagi menyatakan hasrat mereka. Masyarakat zaman dahulu mahir dalam mencipta pantun dan turut dilakukan secara spontan.
Berdasarkan  keseluruhan  pantun kasih sayang di atas ,  ajaran  yang  cuba  disampaikan oleh pengkarya  ialah mengenai  kasih sayang.  Kasih sayang  merupakan  satu  perasaan cinta,  kasih dan  sayang  kepada seseorang.  Dalam  kasih sayang  boleh dibahagikan  kepada  tiga  cabang  iaitu cinta  antara  manusia dengan  manusia,  manusia  dengan  Tuhan  dan manusia  dengan alam.  Perasaan sayang selalunya akan  disampaikan  melalui  pantun  oleh  masyarakat  lama  dalam menyampaikan  hasrat  mereka,  hal  ini  telah  memperlihatkan  bahwa  masyarakat  lama  sangat  mementingkan  sopan  santun terutamanya  dalam  berkasih  sayang.  Perasaan  kasih sayang  merupakan  hukum alam  yang  tidak  dapat dihalang  oleh manusia daripada  terus belaku  kerana  ianya  sudah ditakdirkan oleh Ilahi.
Ajaran  yang  ingin disampaikan  dalam  rangkap  yang  pertama  ialah  tentang  kejujuran dan  kesabaran dalam berhubungan.  Rangkap  ini  menjelaskan  mengenai  kejujuran  seorang  jejaka  yang  terlalu  mencintai  kekasihnya.  Si jejaka juga  mempunyai  keinginan  yang  tinggi  untuk  berjumpa  dengan kekasihnya.  Kejujuran dan kesabaran  yang  ditunjukkan perlu  ada  dalam setiap perhubungan  supaya  perhubungan dapat berjalan dengan lancar  dan  dapat  mengelakkan berlakunya perkara  yang  tidak  diingini.  Sekiranya  nilai  ini diamalkan  oleh  pasangan  yang  bercinta  maka  dapat  mengelakkan  diri dari pada berlakunya  maksiat dalam  kalangan  muda-mudi seterusnya  dapat  menjalinkan  ikatan  yang  kukuh  dan  suci. Masyarakat  lama  sering  mengaitkan  kesucian dalam  sesuatu  perhubungan.  Oleh  itu,  masyarakat  yang  bercinta terutamanya  perlu  menanamkan  sikap  jujur dan sabar  dalam  melakukan  perhubungan  supaya  hubungan  yang  terjalin  dapat berterusan.
Rangkap  kedua  pula  mengetengahkan  ajaran  mengenai  kerinduan.  Perasaan  rindu  merupakan  satu anugerah Tuhan  yang  amat  berharga.  Rangkap ini coba  menerangkan  tentang  perasaan  rindu seorang  jejaka  terhadap  kekasihnya dan  keinginan untuk bertemu  dengan  kekasihnya adalah  sangat  tinggi.  Perasaan  rindu  ini  susah ditepis dan  sudah semestinya akan wujud  dalam  sesuatu  perhubungan  terutamanya  dalam  kalangan anak muda.  Ajaran  ini sudah  sebati  dalam kehidupan  masyarakat kini malah sudah terjadi sejak dahulu lagi kerana perasaan rindu sudah menjadi lumrah dan kebiasaan dalam kehidupan. Masyarakat kini perlulah mengetengahkan ajaran ini agar dapat membina sebuah perhubungan yang berkekalan hingga ke akhir hayat. Di samping itu, dapat melahirkan generasi yang berpengetahuan dan bersopan santun.
Seterusnya dalam rangkap ketiga pula mempamerkan mengenai ajaran tentang kesetiaan iaitu kepatuhan dan ketaatan seseorang dalam melakukan sesebuah perhubungan seperti dalam persahabatan, percintaan, dan sebagainya. Kesetiaan dalam perhubungan perlulah berpegang teguh kepada janji bagi memastikan perhubungan dapat berjalan dengan penuh keikhlasan. Rangkap ketiga cuba mempamerkan mengenai kesetiaan seorang jejaka menunggu kekasihnya tanpa mengira waktu.
Dalam  perhubungan  kesetiaan  perlu  wujud bagi  memupuk  nilai  kasih sayang antara  insan  justeru  itu  dapat  mendisplinkan serta  mematangkan seseorang  dalam  melakukan  perhubungan. Seandainya  ajaran  ini  tidak  diamalkan  nescaya sesebuah hubungan  itu  tidak  akan  dapat  bertahan  lama  malah  masyarakat  juga  akan  turut  berpecah belah  kerana  konsep kesetiaan dan ketaatan tidak dilaksanakan dalam perhubungan.
Keikhlasan pula terkandung dalam rangkap keempat. Keikhlasan ialah ketulusan dan kejujuran seseorang yang lahir dari hati yang tulus. Masyarakat lama percaya bahawa dalam perhubungan keikhlasan perlu ada supaya dapat membentuk perhubungan yang baik dan harmoni. Sekiranya keikhlasan tidak diamalkan maka keraguan akan wujud dan menyebabkan perhubungan itu menghadapi kesulitan. Ajaran ini juga turut terpapar dalam rangkap keempat iaitu si jejaka itu tidak memandang rupa semata-mata tetapi dia memandang kekasihnya itu dari sifat dalamannya.
Sifat yang baik menyebabkan seseorang itu berwatakan cantik. Kecantikan seseorang pula tidak seharusnya diukur dari paras rupa semata-mata namun perlulah dilihat dari sudut keikhlasan dan ketulusan seseorang itu ketika dalam berhubungan. Ajaran mengenai keikhlasan ini perlu dipraktikkan dalam diri masyarakat terutama bagi mereka yang sedang bercinta bagi memastikan perhubungan yang terjalin tidak sia-sia. Di samping itu, masyarakat juga dapat menilai diri dan keadaan dengan cara lebih mendalam lagi seandainya berpegang pada ajaran ini.
Rangkap terakhir pula mengutarakan ajaran mengenai keprihatinan iaitu masyarakat mestilah mempunyai sifat timbang rasa dalam perhubungan. Sifat ini hanya boleh dimiliki oleh mereka yang meletakkan dirinya di tempat orang yang hendak diambil perhatian. Ajaran ini sangat sesuai bagi mereka yang sedang bercinta. Di samping itu dapat menguntungkan seseorang dan mengukuhkan lagi perhubngan agar aman dan harmoni. Sikap keprihatinan ini ama jelas pada rangkap terakhir ketika si gadis tidak memandang lelaki lain selain daripada kekasihnya. Keprihatianannya ini wajar diikuti oleh masyarakat agar dapat mewujudkan satu perhubungan yang kukuh seterusnya dapat memupuk sikap keprihatinan terhadap keluaraga, kekasih mahupun masyarakat. Sekiranya sikap keprihatinan tidak diamalkan dalam perhubungan maka ianya tidak akan bertahan dengan lama kerana wujud sikap pentingkan diri sendiri. Oleh kerana itu, sikap ini sangat penting dalam perhubungan dan seharusnya dilaksanakan oleh masyarakat setempat.
Kesimpulannya, pantun ini menggambarkan identiti kehidupan masyarakat melayu. Pantun juga amat memainkan peranan dalam mempengaruhi gaya hidup masyarakat baik dari peringkat kanak-kanak mahupun dewasa. Pengaruh pantun merangkumi aspek daya fikir, beradat, berbahasa dan juga menggambarkan kehidupan masyarakat melayu.
Oleh itu, masyarakat kini perlu sedar itu mereka mesti mempertahankan pantun agar boleh bertahan hingga ke generasi akan datang dan tidak ditelan perubahan zaman.
contoh Pantunnya :

           PANTUN KASIH SAYANG

Menyatakan Kasih Sayang

1) Layang-layang terbang melayang,

    Jatuh ke laut disambar jerung,

    Siapa kata abang tak sayang,

    Jikalau bunga rasa nak gendong.


2) Ada satu anak gelanggang,

    Sehari-hari turun ke pantai,

    Jika sehari tak ku pandang,

    Sebagai bunga layu di tangkai.


3) Bunga melur di atas titi,

    Mari dibungkus di dalam kertas,

   Dalam telur lagi dinanti,

   Inikan pula sudah menetas.


4) Anak beruk di kayu rendang,

   Turun mandi di dalam paya,

   Hodoh buruk di mata orang,

   Cantik manis di mata saya.


5) Lama sudah tidak ke ladang,

    Padi sudah dililit kangkung,

    Selama tuan tidak kupandang,

    Putus hati pengarang jantung.

Pantun Kasih Sayang (Ketiga)


Berkurun lama pergi menjauh 
wajah ku lihat di dalam mimpi, 
Kalau dah kasih sesama sungguh 
kering lautan tetap ku nanti,  

Surat ku layang untuk berkata 
penyampai hasrat kata di hati, 
Kalaulah sungguh kasihkan saya 
jangan dibuang sampai ke mati,  

Indah nian bulan mengambang 
keliling pula bintang bercahaya, 
Wajah tuan bila ku pandang 
bagai melihat pintunya syurga,  

Langit cerah awan membiru 
dinihari embun pun jatuh, 
Sakit sungguh menanggung rindu 
di dalam air badan berpeluh,  

Senja berlalu iramanya merdu 
malam berhiba silih berganti, 
Merdu suaramu berputik rindu 
menganyam cinta di tasik hati,  

Kata terbukti setulus budi
sepanjang abad terkalung di jiwa,
Cinta sejati terus bersemi
selagi jasad terkandung nyawa, 

Hilang sepi diraut wajah
usah terlerai nilainya budi,
Setia janji tak akan berubah
kasih tersemai tetap abadi,

Petang hari indah di taman
berjalan-jalan bersuka-ria,
Kanda datang membawa harapan
ingin mendirikan istana bahagia,

Burung merpati terbang melayang
singgah sebentar di pohon meranti,
Rindu hatiku bukan kepalang
wajah mu tuan termimpi-mimpi,

Selat Melaka lautnya tenang
di situ tempat perahu bugis,
Orang jauh janan dikenang
kalau dikenang tentu menangis,

Terkenal gagah Indera Putera
gagah lagi pahlawan berlima,
Perlukah kanda bersumpah setia
seia sekata hidup bersama,

Sayang selasih dibuat main
air perigi dingin terasa,  

Hati tidak pada yang lain
walau dinda jauh di mata,

Asal kapas jadi benang
dari benang dibuat kain,
Barang lepas jangan di kenang
sudah jadi orang lain,

Pucuk pauh delima batu
anak sembilang ditapak tangan,
Biar jauh beribu batu
jauh di mata di hati jangan,

 Dulang perak cantik terukir
hadiah untuk tuan puteri,
Jangan dikirim salam terakhir
kekasih di sini setia menanti,

Indah nian Seri Menanti
Seri Menanti bandar di raja,
Dinda akan ku jadikan permaisuri hati
seraut wajahmu ku jadikan penawar hati,

Pantun Kasih Sayang (Kedua)




Tenang-tenang air di laut
sampan kolek mudik ke tanjung,
Hati terkenang mulut tersebut
budi yang baik rasa nak junjung, 


Camar laut melayang rendah  
tampak ikan lalu disambar, 
Kasih padamu hinggap menyinggah 
dalam pelukan bukanlah sebentar, 

Meninjau padi masak  
batang kapas bertimbal jalan, 
Hati risau di bawa gelak 
bagai panas mengandung hujan,  

Asap api di Tanjung Tuan 
Kuala Linggi bakaunya rendah, 
Harap hati kepada tuan 
langit tinggi ku pandang rendah, 

Dua puluh satu bilangan Melayu 
satu likur bilangan Jawa, 
sama-sama menanggung rindu 
kalaupun mati kita berdua, 

Walaupun jauh dipandang mata 
cinta ku semai kasih sejati, 
Biarpun jauh di seberang sana 
kasih ku berubah tidak sekali,

Segak gagah putera bistari
puteri manja kesayangan ratu,
Seri wajahmu igauan mimpi
senyum kerlingan penawar rindu, 

Ku kutip bunga buat karangan
karangan diletak di atas peti, 
Ingin ku sunting bunga di jambangan
buat penyeri di taman hati,



Ambil tali buat pengikat 
Tali sabut panjang sedepa, 
Bukankah janji telah diikat 
kedatangan kanda ditunggu setia,



Hendak ke seberang naik penambang 
perahu penambang tidak berpintu, 
Usahlah kanda berhati bimbang 
perhubungan kita mendapat restu,



Duduk berehat di pinggir kali 
mengingat kekasih yang telah pergi, 
Bukan ku bimbang kekasih kembali 
takut luka berdarah kembali,



Mandi-manda di pinggir kali 
kali jauh naik pedati, 
Bukan setakat dia kembali 
ingin pula merayu hati,



Petik mari buah ciku 
ambil yang manis letak di peti, 
Kenapa dinda berubah laku 
adakah kasih bertukar benci,



Cantik indah suntingan melati 
melati desa menarik sekali, 
Apakah maksud dinda tak mengerti 
bicara kanda dalam sekali,

Cantik ayu si gadis sunti 
pandai pula menjahit jala, 
Baru senang rasa di hati 
air berkocak tenang semula,



Ikan haruan si ikan tenggiri 
dibawa orang dari Linggi, 
Padamu kanda ku perhambakan diri 
bawalah daku kemana kau pergi,



Pantun Kasih Sayang



Beribu-ribu ular di sawah,
hanya satu yg berbisa,
beribu-ribu banyak pria
hanya satu yang kucinta..


Bukan bukit sembarang bukit
banyak terdapat pohon mengkudu
banyak sakit sembarang sakit
tidak sesakit menanggung rindu..


Bukan layang sembarang layang
layang tersangkut dipohon pinang
jangan pandang sembarang pandang,
nanti  tuan bisa gila bayang..


Beradu piring dengan cawan
buah ketimun dalam canting
kasih saya kepada tuan
umpama darah dalam daging


Sudah lama tidak ke ladang
tinggi rumput dari lah lalalng
sudah lama mata memandang
akhirnya cintapun menyambang...


Bukan pedang sembarang pedang
pedang dibawa ke medan perang
bukan kumbang sembarang kumbang
kumbang bertanduk yang aku sayang


Asam kandis mari diiris
manis sekali rasa isinya
di lihat manis,dipandang manis
lebih manis hati budinya...


Jalan-jalan ke pekanbaru
tidak lupa membeli labu
sungguh enak pengantin baru
sudah malam masuk kelambu...


Sungguh sayang bunga kenanga
kalau disimpan dibawah meja
sungguh sayang kenangan lama
kalau dibuang begitu saja


Sungguh indah pantai kuta
banyak orang datang tamasya
sungguh indah saat jaatuh cinta
serasa dunia milik berdua...


Jangan tuan memakan nangka
kalau takut kena getahnya
jangan tuan katakan cinta
kalau tidak ada sikap setia


Kecil-kecil ikan sepat
hitam-hitan kereta api
kalau cinta sudah melekat
tak bisa lagi ke lain hati....



Kilas Peribahasa

Mungkin anda merasa asing dengan peribahasa ini. Tidak, tidak perlu anda membuka kembali buku-buku pelajaran untuk menemukan peribahasa ini karena peribahasa ini baru saja ‘lahir’



Di mana meja kau buat, di situ kolong kau dapat
artinya
Setiap yang kita perbuat, selain hasil yang ingin didapat juga ada efek, resiko ataupun konsekuensi yang harus kita terima. Berpikir sebelum bertindak, itulah yang semestinya. Sebagai contoh, apabila kita melakukan kebaikan maka kita akan mendapatkan pahala sebagai ganjarannya. Diluar itu kita juga akan merasakan ketenangan, ketentraman dan kepuasan batin yang tidak bisa direkayasa ataupun dipaksa, kecuali dengan kita melakukannya. Sebaliknya bila kita melakukan kejahatan, maka selain dosa yang harus ditanggung, juga kita akan merasakan kegelisahan, ketegangan, perasaan bersalah hingga dibenci banyak orang. Apapun yang kita lakukan, selalu ada efek, resiko dan konsekuensi yang menyertainya.

Ada banyak Peribahasa lain yang diantaranya adalah : 

1. Gara-gara nila setitik,rusak susu sebelanga.
    (artinya gara -gara sedikit,rusak atau hancur semuanya).


2 .Bagai api dalam sekam.  
    (artinya ada dendam yang membara didalam hati,tapi tak kelihatan dari luar )


3. Bukan sumur yang mencari timba, tapi timba yang mencari sumur. 
    (artinya bukan perempuan yang mengejar    lelaki, tapi lelaki yang mengejar perempuan).


4.Tangan yang diatas lebih baik dari tangan yang dibawah. 
   (artinya. memberi sesuatu / bantuan lebih baik dari meminta sesuatu).

Bingung

bingung banyak kerjaan tak tau mana dulu yang harus dikerjakan, hari ni cuma daftar alexa aja

meliana74.co.cc/ng0MFbo8QL8-tar23JNc4TgVlzE.txt


 ng0MFbo8QL8-tar23JNc4TgVlzE.txt

Sejarah Melayu

Bahasa Indonesia Dituturkan diIndonesia, Malaysia, Timor Leste, Brunei,Singapura, DaerahIndonesia, Malaysia, Timor Leste, Brunei,Singapura
Jumlah penutur17–30 juta penutur asli total 140–220 juta, Peringkat56.

Rumpun bahasaAustronesia
* Malayo-Polinesia
* Malayo-Polinesia Inti
* Sunda-Sulawesi
* Melayik
* Melayu
* Melayu Lokal
* Bahasa Indonesia
Status resmi
Bahasa resmi di Indonesia
Diatur olehPusat Bahasa
Kode-kode bahasa
ISO 639-1id
ISO 639-2ind
ISO 639-3ind
Keterangan:
Wilayah Bahasa Indonesia dominan dipertuturkan dan sebagai bahasa resmi.
Wilayah Bahasa Indonesia dituturkan oleh minoritas.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia[1] dan bahasa
persatuan bangsa Indonesia[2]. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya
setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan
dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, Bahasa Indonesia berposisi
sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari
banyak ragam bahasa Melayu[3]. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu
Riau[4]dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat
penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan
berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia”
diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari
kesan “imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap
digunakan.[5] Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari
varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga
saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan
kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa
daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa
Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga
Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia
sebagai bahasa ibu.[6] Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi
sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya
atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di
perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat
resmi, dan berbagai forum publik lainnya,[7] sehingga dapatlah dikatakan bahwa
Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.[8] Dasar-dasar
yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu
beberapa minggu.
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari
cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua
franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu
(sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang
ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa
Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa
Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui
cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau
Jawa[10]dan Pulau Luzon.[11] Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra,
kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik
(classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan
Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi.
Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa,
dan Semenanjung Malaya.[rujukan?] Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires,
menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera
dan Jawa.Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru
bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai
masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat
dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa
Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata
Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada
periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga
sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris
meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu.
Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam
kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan
jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang
administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan
teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas,
knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur
bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah
penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya
berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge,
tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad
ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang
paling penting di “dunia timur”.[12] Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini
melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan
bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa
Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di
beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon,
dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan
varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia.
Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa
surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19).[13] Varian-varian
lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari
istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk
bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa
yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional di masa itu,
karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok
bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang
kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya
tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca,
tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman
[sunting]Bahasa Indonesia
Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai
untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan
bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada
bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah
sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu
pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra
dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah “embrio” bahasa Indonesia
yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai
terlihat. Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van
Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian
dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[12] Ejaan Van
Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van
Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de
Volkslectuur (“Komisi Bacaan Rakyat” – KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini
menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A.
Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil
di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan
program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700
perpustakaan.[14]Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai “bahasa persatuan
bangsa” pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa
Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus,
sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di
Jakarta, Yamin mengatakan,”Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan
kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa
Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa
persatuan.”[15]Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi
oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan
Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil
Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan
kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.[16]Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia
Gaya penulisan artikel atau bagian ini tidak atau kurang cocok untuk Wikipedia.
Silakan lihat halaman pembicaraan. Lihat juga panduan menulis artikel yang lebih baik.
Perinciannya sebagai berikut:
1. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku
bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat),
yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini
menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku
penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit
membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
2. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam
pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang
berpidato menggunakan bahasa Indonesia.[17]
3. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa
Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
4. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya
sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
5. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia.
6. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo.
Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan
Indonesia saat itu.
7. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang
salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara.
8. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti
ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
9. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia
untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa
kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
10. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia,
meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui
pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan
Presiden No. 57 tahun 1972.
11. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan
Nusantara).
12. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah
Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan
perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
13. Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di
Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah
Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara
Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat
tercapai semaksimal mungkin.
14. Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar
bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat
seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia.
Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar
Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
15. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan
53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman,
Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika
Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan
disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
16. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII
di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan
Pertimbangan Bahasa.
Penyempurnaan ejaan
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai
berikut:
Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van
Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang
kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah
kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus
disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan
untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan
kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Ejaan Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya.
Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada
kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti
pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik
selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
[sunting]Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden
Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun
1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa
Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan:
Indonesia
(pra-1972)
Malaysia
(pra-1972)
Catatan: Tahun 1947 “oe” sudah digantikan dengan “u”.
[sunting]Daftar kata serapan dalam bahasa Indonesia
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kata serapan dalam bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini
banyak menyerap kata-kata dari bahasa lain.
Asal Bahasa
Jumlah Kata
Belanda 3.280 kata
Inggris 1.610 kata
Arab 1.495 kata
Sanskerta-Jawa Kuno 677 kata
Cina 290 kata
Portugis 131 kata
Tamil 83 kata
Parsi 63 kata
Hindi 7 kata
Sumber: Daftar Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia (1996) yang disusun oleh
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).
Penggolongan Indonesia termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat subkelompok
dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan cabang dari bahasa
Austronesia. Menurut situs Ethnologue, bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa
Melayudialek Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra Distribusi geografis
Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak
digunakan di area perkotaan (seperti di Jakarta dengan dialek Betawi serta logat
Betawi).
Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip dialek
dan logat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan
sesama orang sedaerah kadang bahasa daerahlah yang digunakan sebagai pengganti
untuk bahasa Indonesia.
Kedudukan resmi Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum
dalam:
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
2. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,
serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
1. Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
2. Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Bunyi
Berikut adalah fonem dari bahasa indonesia mutakhir
Vokal
Depan
Madya
Belakang
Tertutupi
Tengahe
Hampir Terbuka
Terbukaa
Bahasa Indonesia juga mempunyai diftong /ai/, /au/, dan /oi/. Namun, di dalam
suku kata tertutup seperti air kedua vokal tidak diucapkan sebagai diftong
Konsonan
Bibir
Gigi
Langit2
keras
Langit2
lunak
Celah
suara
Sengaum
Letupp b t d c k g
Desis(f) s (z) (ç) (x) h
Getar/Sisi l r
Hampiranw j
* Vokal di dalam tanda kurung adalah alofon sedangkan konsonan di dalam tanda
kurung adalah fonem pinjaman dan hanya muncul di dalam kata serapan.
* /k/, /p/, dan /t/ tidak diaspirasikan
* /t/ dan /d/ adalah konsonan gigi bukan konsonan rongga gigi seperti di dalam
bahasa Inggris.
* /k/ pada akhir suku kata menjadi konsonan letup celah suara
* Penekanan ditempatkan pada suku kata kedua dari terakhir dari kata akar.
Namun apabila suku kata ini mengandung pepet maka penekanan pindah ke suku kata
terakhir.
Tata bahasa
Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak menggunakan kata
bergender. Sebagai contoh kata ganti seperti “dia” tidak secara spesifik
menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau perempuan. Hal yang sama
juga ditemukan pada kata seperti “adik” dan “pacar” sebagai contohnya. Untuk
memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat harus ditambahkan, “adik
laki-laki” sebagai contohnya.
Ada juga kata yang berjenis kelamin, seperti contohnya “putri” dan “putra”.
Kata-kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain. Pada kasus di atas,
kedua kata itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Jawa Kuno.
Untuk mengubah sebuah kata benda menjadi bentuk jamak
digunakanlah reduplikasi (perulangan kata), tapi hanya jika jumlahnya tidak
terlibat dalam konteks. Sebagai contoh “seribu orang” dipakai, bukan “seribu
orang-orang”. Perulangan kata juga mempunyai banyak kegunaan lain, tidak
terbatas pada kata benda.
Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, yaitu
“kami” dan “kita”. “Kami” adalah kata ganti eksklusif yang berarti tidak
termasuk sang lawan bicara, sedangkan “kita” adalah kata ganti inklusif yang
berarti kelompok orang yang disebut termasuk lawan bicaranya.
Susunan kata dasar yaitu Subyek – Predikat – Obyek (SPO), walaupun susunan kata
lain juga mungkin. Kata kerja tidak di bahasa berinfleksikan kepada orang atau
jumlah subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala (tense).
Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti, “kemarin”
atau “esok”), atau petunjuk lain seperti “sudah” atau “belum”.
Dengan tata bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya
sendiri, yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup membingungkan
bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.
[sunting]Awalan, akhiran, dan sisipan
Bahasa Indonesia mempunyai banyak awalan, akhiran, maupun sisipan, baik yang
asli dari bahasa-bahasa Nusantara maupun dipinjam dari bahasa-bahasa asing.
Untuk daftar awalan, akhiran, maupun sisipan dapat dilihat di halaman
masing-masing.
[sunting]Dialek dan ragam bahasa
Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut
pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut
sebagai ragam bahasa.
Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut:
1. Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu
sehingga ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang
digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa. Oleh karena
itu, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa
Melayu dialek Medan.
2. Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu
atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan
dialek remaja.
3. Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu.
Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
4. Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua
berbahasa Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam
pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad.
Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan
hubungan antarpembicara.
Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
1. ragam undang-undang
2. ragam jurnalistik
3. ragam ilmiah
4. ragam sastra
Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
1. ragam lisan, terdiri dari:
1. ragam percakapan
2. ragam pidato
3. ragam kuliah
4. ragam panggung
2. ragam tulis, terdiri dari:
1. ragam teknis
2. ragam undang-undang
3. ragam catatan
4. ragam surat-menyurat
Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan,
tetapi hanya untuk:
1. komunikasi resmi
2. wacana teknis
3. pembicaraan di depan khalayak ramai
4. pembicaraan dengan orang yang dihormati
Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.
[sunting]Lihat pula
* Peribahasa Indonesia
* Bahasa Melayu
* Kata serapan dalam bahasa Indonesia
* Daftar kata serapan dalam bahasa Indonesia
* Bahasa Belanda di Indonesia
* Perbedaan antara bahasa Melayu dan bahasa Indonesia
* Perbedaan antara sebutan bahasa Melayu basahan dan bahasa Indonesia
[sunting]Referensi
1. ^ Pasal 36 Undang-Undang Dasar RI 1945
2. ^ Butir ketiga Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928
3. ^ Kridalaksana H. 1991. Pendekatan tentang Pendekatan Historis dalam Kajian
Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia. Dalam Kridalaksana H. (penyunting). Masa
Lampau bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
4. ^ Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I 1939 di Solo: “jang
dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja
berasal dari ‘Melajoe Riaoe’ akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe
dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe
moedah dipakai oleh rakjat diseloeroeh Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh
kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia”, dikutip di
Pendahuluan KBBIcetakan ketiga.
5. ^ Asmadi T.D. Arti Tanggal 2 Mei bagi Bahasa Indonesia. Laman Lembaga Pers
Dr. Sutomo. Edisi 08 Februari 2010. diakses 5 Maret 2010.
6. ^ Depdiknas Terbitkan Peta Bahasa Blog BahasaKita 4 Maret 2009, mirror dari
berita AntaraOnline edisi 22 Oktober 2008.
7. ^ http://www.ohio.edu/LINGUISTICS/indonesian/index.html Why Indonesian is
important to learn. Situs pengajaran bahasa Indonesia di Ohio State University.
8. ^ Farber, Barry. J. How to learn any language quickly, enjoyably and on your
own. Citadel Press. 1991.
9. ^ Eliot, J., Bickersteth, J. Sumatra Handbook. Footprint. 2000.
10. ^ Penemuan prasasti berbahasa Melayu Kuno di Jawa Tengah (berangka tahun
abad ke-9) dan di dekat Bogor (Prasasti Bogor) dari abad ke-10 menunjukkan
adanya penyebaran penggunaan bahasa ini di Pulau Jawa
11. ^ Keping Tembaga Laguna (900 M) yang ditemukan di dekat Manila, Pulau
Luzon, berbahasa Melayu Kuna, menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan
Sriwijaya.
12. ^ a b (en)Best of The Best (Crème de la Crème)
13. ^ Hal ini tidak mengherankan karena banyak dari pengusaha penerbitan di
kala itu berasal dari etnis Tionghoa.
14. ^ Balai Pustaka, Berbenah Setelah Satu Abad. Kompas daring, 25 November
2009.
15. ^ [1]
16. ^ Teeuw, A (1986). Modern Indonesian Literature I.
17. ^ Etek, Azizah (2008). Kelah Sang Demang, Jahja Datoek Kajo, Pidato
Otokritik di Volksraad 1927 – 1939.
[sunting]Pranala luar
Wikibooks memiliki buku bertajuk
Bahasa Indonesia
Wikibooks memiliki buku bertajuk
Indonesian
* (id) Situs Pusba – Pusat Bahasa
* (id) Pusatbahasa: Sekilas tentang Sejarah Bahasa Indonesia
* (id) Kamus Besar Bahasa Indonesia
* (en) Ethnologue edisi 16
* (id) Piagam Hak Asasi Manusia dalam bahasa Indonesia
* (id) Tentang Bahasa Indonesia
* (id) Bahasa Indonesia Flash Thesaurus
[sunting]Pembelajaran bahasa Indonesia
* (id) (en) Bahasa Kita
* (en) Wikibooks – Belajar Bahasa Indonesia
* (en) Belajar Bahasa Indonesia
* (en) Belajar Bahasa Indonesia lewat Internet
* (en) Belajar Bahasa Indonesia online
* (en) Indonesia WWW Virtual Library

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE

Abstrak

Telah dilakukan Penelitian Penelitian Tindakan Kelas dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar Biologi melalui model Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share di kelas VII  SMPN 1 Lubuk Muda sebagai sampel dalam penelitian ini siswa kelas VII  sebanyak 42 orang. Parameter penelitian adalah hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa. Aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran dikumpulkan dengan lembaran observasi merupakan data penunjang. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar sebelum dan sesudah tindakan, pada siklus pertama 54,76% dari siswa yang tuntas dan pada siklus kedua, 76,19% siswa yang tuntas. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat meningkatkan hasil belajar Biologi.
Kata Kunci : Model, Pembelajaran, Kooperatif, Tipe Think-Pair-Share

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan akan dapat dicapai dengan peningkatan proses pembelajaran. Usaha untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelas, berarti telah ikut meningkatkan mutu pendidikan secara umum. Proses pembelajaran mempunyai kedudukan yang sentral dan strategis dalam kegiatan pendidikan disekolah. Betapapun tepat dan baiknya bahan ajar yang ditetapkan belum menjamin akan tercapainya tujuan pendidikan dan salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan itu adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada keterlibatan siswa secara optimal. Dengan demikian upaya untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelas merupakan usaha meningkatkan mutu hasil pembelajaran.
Sebagai guru Biologi di SMPN 1 Lubuk Muda pada kelas VII selalu merasa tidak puas dalam melaksanakan proses pembelajaran. Hambatan yang ditemui antara lain kelas selalu pasif, motivasi belajar siswa sangat rendah dan sangat sulit dalam berinteraksi sesama siswa dan guru, sehingga kelas selalu didominasi oleh guru. Ini semua bermuara pada rendahnya hasil belajar dan ketuntasan belajar yang dapat dilihat dari hasil analisis ulangan harian sebelumnya yaitu 35,71%.
Berdasarkan kenyataan yang ada maka penulis sebagai guru Biologi SMPN I Bangkinang mengadakan Penelitian Tindakan Kelas untuk memperbaiki strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif, sehingga motivasi dan aktivitas siswa akan meningkat.
Model pembelajaran kooperatiftipe Think-Pair-Share adalah salah satu pendekatan yang menekan pada struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa (Ibrahim, 2000).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Apakah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII SMPN I Lubuk Muda melalui model Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Bagi Siswa
a. Untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa, sehingga pembelajaran lebih menyenangkan, aktif dan kreatif.
b. Dapat meningkatkan aktivitas kerja kelompok.
c. Untuk membiasakan siswa belajar secara kelompok sehingga diharapkan siswa lebih peka terhadap berbagai perbedaan pendapat yang terdapat di masyarakat.
2. Bagi Guru
a. Meningkatkan motivasi guru dalam proses pembelajaran.
b. Meningkatkan kemampuan guru untuk menciptakan proses pembelajaran yang menarik.
c. Memberikan altematif lain bagi guru sehingga memperkaya khasanah pengetahuan guru dalam bidang strategi pembelajaran.


3. Bagi Sekolah
a. Memberikan landasan dan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Meningkatkan kinerja sekolah melalui peningkatan profesionalisme guru.
KAJIAIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Teori
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS)
Pembelajaran kooperatif berasal dari istilah Cooperative Learning, yaitu kerja sama dalam pembelajaran. Watson (1991) yang dikutip Tanjung (1998) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai lingkungan belajar dimana siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang kemampuannya berbeda-beda untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Di dalam kelas kooperatif, siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 - 6 siswa yang bersifat heterogen (Suryandi, 1998).
Salah satu pendekatan kooperatif adalah pendekatan struktural yang dikembangkan oleh Spencer (Kagen, 1993), ada dua macam pendekatan struktural yaitu Think-Pair-Share (TPS) dan Numbered-Head-Together NHD. Pada penelitian tindakan kelas ini penulis menggunakan TPS.
Menurut Ibrahim (2000), TPS memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berfikir, menjawab dan saling memberi satu sama lain. TPS adalah sebagai ganti tanya jawab seluruh kelas. Dalam pelaksanaan di kelas, TPS terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
 Thinking, guru menyajikan informasi yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkannya secara mandiri dalam beberapa saat.
 Pairing, guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya. Disini pasangan akan berbagi pendapat atau ide jika persoalannya telah diidentifikasi.
 Sharing, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang hal yang telah mereka sepakati. Ini bergiliran sampai lebih kurang seperempat dari jumlah pasangan yang ada di kelas mendapatkan kesempatan untuk tampil.
Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
a. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan berbeda.
c. Bila mana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, kelamin yang berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan penting, yaitu prestasi akademik, penerimaan terhadap keberagaman dan pengembangan keterampilan sosial (Arends, 1997).
1. Prestasi akademik
Belajar kooperatif saling menguntungkan antara siswa yang berprestasi tinggi dan siswa yang berprestasi rendah, yang bekerja bersama-sama dalam tugas-tugas akademik. Siswa berkemampuan lebih tinggi dapat menjadi tutor bagi siswa yang berkemampuan rendah. Dalam proses ini siswa berkemampuan lebih tinggi secara akademik mendapat keuntungan, karena pemikiran yang lebih mendalam. Pemikiran yang lebih mendalam dimaksud biasanya disebut keterampilan metakognitif. Menurut Slavin (1994), keterampilan metakognitif adalah pengetahuan siswa tentang berapa banyak waktu yang diperlukan untuk mempelajari sesuatu dan pengetahuan bagaimana belajar dan memecahkan masalah serta memonitor prilaku pembelajarannya sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang berkemampuan rendah dapat menambah ilmu pengetahuan dengan lebih baik sebab belajar dengan teman sebaya lebih komunikatif karena bahasanya mudah dimengerti.
2. Penerimaan terhadap keragaman
Belajar kooperatif menyajikan peluang siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dan saling bergantung pada tugas-tugas rutin dan melalui penggunaan struktur pembelajaran kooperatif, belajar menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Belajar kooperatif bertujuan mengajarkan kepada siswa keterampilan-keterampilan bekerja sama. Hal ini adalah keterampilan-keterampilan yang penting dimiliki dalam suatu masyarakat. Untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif siswa harus dilatih terlebih dahulu tentang keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini bertujuan untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antara anggota kelompok
Hasil Belajar
Hasil belajar yang menjadi ukuran pada Penelitian Tindakan Kelas ini adalah ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar yaitu anggapan bahwa siswa sudah mengerti materi yang diajarkan. Ketuntasan belajar secara individual apabila daya serap siswa minimal 65%, sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal apabila 85% dari jumlah siswa di kelas memperoleh nilai 65 atau 6,5 (Depdikbud,1995).
B. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah model Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share yang dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Biologi di kelas VII SMP N I Lubuk Muda.
METODOLOGI PENELITIAN
Setting Penelitian
Penelitian ini berupa Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan di SMPN I Lubuk Muda tahun pelajaran 2010/2011.
Subjek Penelitian
Subjek dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas VII SMP N I Lubuk Muda tahun pelajaran 2010/2011 sebanyak 42 siswa, kelas ini tergolong berkemampuan rendah.
Rencana Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 4 tahap yaitu:
1. Tahap perencanaan
a. Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen pengumpulan data yang terdiri dari :
- Rencana Pembelajaran
- Lembar Kegiatan Siswa
- Lembar Observasi Aktivitas Siswa
- Lembar Observasi Aktivitas Guru
- Alat Evaluasi
b. Membentuk kelompok-kelompok belajar sesuai dengan model kooperatif tipe TPS.
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini dilaksanakan proses pembelajaran kooperatif tipe TPS yang terdiri dari 2 siklus.
3. Tahap observasi
Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan dengan menggunakan llembar observasi.
4. Tahap refleksi
Data yang diperoleh dari kegiatan observasi dan hasil belajar dianalisa, hasilnya dijadikan pedoman untuk tindakan pada siklus berikutnya.
C. Analisa Data
Pada tahap ini dilakukan 2 macam analisa yaitu analisa terhadap hasil belajar dan aktivitas guru.
1. Hasil belajar diambil dari nilai ulangan harian dengan kategori sebagai berikut:
85 - 100 Tinggi Sekali
75 - 84 Tinggi
65 - 74 Sedang
55 - 64 Kurang
< 54 Kurang Sekali
Selanjutnya dari hasil belajar yang diperoleh dicari ketuntasan belajar individu maupun klasikal. Untuk menentukan klasikal dapat dihitung dengan menggunakan rumus:




Keterangan :
NP = Persentase yang dicari atau yang diharapkan.
2. Akivitas siswa dan aktivitas guru dengan menggunakan lembaran observasi sebagai data penunjang.
D. Hasil dan pembahasan
Pelaksanaan Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIIF SMPN 1 Lubuk Muda pada pokok bahasan ciri-ciri makhluk hidup untuk tindakan siklus 1 dan ciri-ciri manusia berdasarkan usia untuk tindakan siklus 2.
Sebelum pertemuan 1 dilaksanakan maka diberitahukan kepada siswa tentang pembagian kelompok berdasarkan struktural. Pada siklus 1 kelompok dibagi berdasarkan perbedaan jenis kelamin dan pada siklus 2 dibagi berdasarkan hasil ulangan harian pada siklus 1.
Penyajian Kelas
Penerapan model kooperatif dengan pendekatan struktural tipe TPS pada pokok bahasan Ciri-ciri Makhluk Hidup terdiri dari 4 pertemuan, I kali ulangan harian dan pokok bahasan ciri-ciri Manusia Berdasarkan usia juga terdiri dari 4 kali pertemuan, 1 kari ulangan harian dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Siklus 1
1) Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit. Guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS sesuai dengan rencana pembelajaran yang sudah disiapkan. Selama proses pembelajaran berlangsung, observasi kelas juga dilakukan antara lain aktivitas siswa dan guru yang diamati oleh observer. Pada pertemuan ini aktivitas siswa dalam berkooperatif sangat rendah sekali, mereka tidak mau bekerja sama dengan pasangan masing-masing. Sebagian besar bekerja secara individual walaupun guru sudah mengarahkan untuk bekerja sama dengan kelompok atau pasangannya. Pada pertemuan 1 ini hanya 1 kelompok yang dapat mempersentasekan hasil mereka yaitu kelompok Jeruk 1 dan waktu sudah habis, dan langsung diberikan aplus sebagai penghargaan. Hal ini disebabkan siswa belum terbiasa terlibat aktif dalam PBM sehingga sulit untuk membimbingnya.
2) Pertemuan Kedua
Proses pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disiapkan. Pada pertemuan kedua ini guru mengingatkan lagi bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS dimana kerja sama dengan pasangan sangat diutamakan. Di sini sudah mulai ada aktivitas siswa dalam kelompoknya. Guru mengingatkan bahwa LKS yang dikumpulkan adalah hasil kerja kelompok dan bukan hasil kerja individu. Pada pertemuan kedua ini ada 3 kelompok yang mempersentasekan hasil diskusi mereka yaitu Mangga 1, Apel 2 dan Pisang 1. Berdasarkan hasil penilaian dari siswa dan guru maka kelompok yang mendapatkan penghargaan adalah kelompok Mangga 1.
3) Pertemuan Ketiga
Proses pembelajaran sama dengan 1 dan 2. Pada pertemuan ini 4 kelompok yang mempersentasekan hasil diskusi mereka yaitu Nenas 1, Jeruk 2, Anggur 1 dan Jambu 1. Kelompok yang mendapatkan penghargaan adalah Jambu 1l.
4) Pertemuan Keempat
Proses pembelajaran sama dengan sebelumnya, aktivitas siswa baru pada tahap 1, dan 2 sedangkan untuk tahap 4, 5, 6 dan 7 sangat kurang sekali. Setelah siklus 1 selesai dilaksanakan refleksi, hasil refleksi disimpulkan bahwa hasil belajar belum memuaskan dan aktivitas siswa dalam berpasangan belum sempurna dan direncanakan merubah pasangan dalam kelompok dengan harapan hasil belajar dan aktivitasnya akan meningkat.

b. Siklus 2
1) Pertemuan Pertama
Di awal pembelajaran guru mengumumkan perubahan pasangan dalam kelompok. Kelompok disusun berdasarkan nilai ulangan harian pada siklus 1 yaitu nilai tinggi berpasangan dengan nilai rendah, selanjutnya guru melaksanakan proses pembelajaran dengan rencana pembelajaran berdasarkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Pertemuan pertama ini kelas sedikit ribut karena terjadi pertukaran pasangan dan guru mengatur pasangan-pasangan agar mau bekerja sama. Diakhir pertemuan pasangan yang mempersentasekan hasil diskusinya hanya 1 kelompok dan waktu sudah habis kepadanya langsung penghargaan.
2) Pertemuan Kedua, Ketiga dan Keempat
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS sudah berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Segala komponen aktivitas baik guru maupun siswa yang diharapkan dalam model pembelajaran kooperatif sudah terlaksana. Siswa sudah bekerja dengan sesuai dengan langkahJangkah kooperatif tipe TPS.
Penyajian dan Analisis Data
Dalam penelitian ini data yang disajikan adalah hasil ulangan harian selama dilaksanakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural tipe TPS sebanyak 2 kali dan ketuntasan belajar.

a. Hasil Belajar Siswa
Pada bagian ini disajikan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural tipe TPS sebanyak 2 kali ulangan pada pokok bahasan ciri-ciri Makhluk Hidup dan ciri-ciri Manusia Berdasarkan Usia. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran kooperatif dengan
pendekatan struktural tipe TPS
Kriteria Hasil Belajar Hasil Belajar
Sebelum Sesudah
UH 1 UH 2
Tinggi Sekali 4 (9,52%) 4 (9,52%) 15 (35,71%)
Tinggi 7 (16,67%) 10 (23,81%) 10 (23,81%)
Sedang 4 (9,52%) 9 (21,43%) 7 (16,67%)
Kurang 9 (21,43%) 9 (21,43%) 1 (2,38%)
Kurang Sekali 18 (42,86%) 10 (23,81%) 9 (21,43%)
Jumlah 42 (100%) 42 (100%) 42 (100%)

Berdasarkan analisis tabel di atas dapat dijelaskan bahwa ada peningkatan hasil belajar sebelum dan sesudah tindakan dengan pembelajaran kooperatif struktural tipe TPS. Dapat dilihat bahwa hasil belajar ulangan I kurang baik, yang mencapai nilai tinggi sekali hanya 4 orang, sama dengan sebelum dilakukan model pembelajaran kooperatif untuk nilai tinggi dan sedang peningkatannya sedikit sekali.
Untuk ulangan harian II terjadi peningkatan belajar yang mendapat nilai tinggi sekali 15 orang, nilai tinggi 10 orang dan nilai sedang 7 orang. Kecilnya peningkatan hasil belajar pada ulangan harian I antara lain disebabkan pada proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif struktural tipe TPS belum berjalan dengan baik, guru masih sulit untuk mengaktifkan siswa dalam kelompok, membaca, mengerjakan LKS dan persentase di depan kelas. Pada siklus ini dapat dikatakan sebagian siswa masih bekerja secara individual walaupun sudah berada dalam kelompoknya.
Pada ulangan harian II terlihat peningkatan hasil belajar, ini disebabkan siswa dalam proses pembelajaran sudah terbiasa dengan model pemberajaran kooperatif struktural tipe TPS. Aktivitas siswa dalam kelompok sudah baik, pasangan-pasangan bekerja dengan baik, llaporan LKS sudah merupakan hasil diskusi kelompok.
Sesuai dengan Eggen at all (1996) mengatakan pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan prestasi siswa, mempersiapkan siswa agar memiliki kepemimpinan dan pengalaman dalam membuat keputusan, juga memberi kesempatan bekerja dan belajar bersama dengan siswa yang berbeda adat-istiadat dan kemampuan.

b. Ketuntasan Belajar Siswa
Dari hasil belajar siswa selama dilaksanakan model pembelajaran kooperatif struktural tipe TPS dapat dilihat ketuntasan belajar siswa secara individu dan klasikal seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.
Ketuntasan belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran kooperatif
struktural tipe TPS
Kriteria Hasil Belajar Hasil Belajar
Sebelum Sesudah
UH 1 UH 2
Tuntas 15 (35,71%) 23 (54,76%) 32 (76,19%)
Tidak Tuntas 27 (64,19%) 19 (45,24%) 10 (23,81%)
Jumlah 42 (100%) 42 (100%) 42 (100%)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat terjadi peningkatan ketuntasan belajar dibandingkan antara sebelum dan sesudah dilaksanakan pembelajaran kooperatif struktural tipe Tps. Dapat dilihat pada UH 1 siswa yang tuntas belajar sebanyak 54,76 % dan yang belum tuntas 45,24 %. Ketuntasan ini diduga siswa belum terbiasa dengan pembelajaran kooperatif struktural tipe TPS. Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran siklus 1 ini pelaksanaannya belum sesuai dengan pendekatan struktular tipe TPS. Masih ada siswa yang bekerja secara individual, tidak mau berinteraksi dengan teman kelompok, enggan mengajukan pertanyaan dan menanggapi. Pada UH 2, siswa yang tuntas sebanyak 76,19% dan yang berum tuntas 23,81%. Dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan ketuntasan belajar individu antara UH 1 dan UH 2. Pada siklus 2 ini proses pembelajaran sudah sesuai dengan tuntutan TPS hanya ada beberapa kelompok yang masih sukar untuk berinteraksi dengan siswa dengan kelompoknya.

c. Aktivitas Siswa dan Guru

1. Aktivitas Siswa
Sesuai dengan hasil observasi terlihat bahwa aktivitas siswa selama proses pembelajaran terjadi peningkatan. Pada siklus 1 pertemuan 1 dan 2 siswa masih asing dengan pendekatan TPS. Siswa pada saat mengerjakan LKS masih secara individu, tidak mau berdiskusi dengan teman dan pasangannya dan tidak ada yang bertanya dengan guru dan tidak ada yang menanggapi hasil persentase. Pada pertemuan 3 dan 4 beberapa kelompok sudah mulai aktif dalam kelompoknya baik mengerjakan LKS, berdiskusi dengan pasangan, bertanya kepada guru dan menanggapi hasil persentase. Pada siklus ini nampaknya banyak kelompok tidak mau bekerja sama kemungkinan disebabkan dasar pembagian kelompok adalah berpasangan berdasarkan jenis kelamin yang berbeda (pria dan wanita). Jadi banyak diantara siswa yang malu-malu bekerja sama dengan pasangannya. Berdasarkan hasil refleksi maka pada siklus 2 terjadi perubahan kelompok. Dasar penyusunannya adalah nilai akademik yaitu siswa yang bernilai tinggi dipasangkan dengan siswa yang bernilai rendah.
Pada siklus 2 nampaknya sudah terbiasa dengan pembelajaran kooperatif struktural tipe TPS, maka aktivitas kelompok sudah makin baik hanya ada beberapa kelompok yang masih tidak mau bekerja sama.

2. Aktivitas Guru
Pada siklus 1 guru sangat kesulitan untuk melatih keterampilan kooperatif kepada siswa karena selama ini siswa terbiasa belajar secara individual karena proses pembelajaran selama ini didominasi oleh guru. Pada siklus 2 guru sudah tidak kesulitan lagi melatih keterampilan kooperatif kepada siswa dan siswa sudah terbiasa bekerja sama dengan pasangannya. Hanya saja guru selalu kekurangan waktu karena siswa kelas VII ini belum terbiasa bekerja dengan waktu yang dibatasi.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil Penelitian Tindakan Kelas ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif struktural tipe TPS dapat:
1. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas Vll  SMPN 1 Lubuk Muda.
2. Meningkatkan ketuntasan belajar siswa kelas Vll  SMPN 1 Lubuk Muda.
3. Meningkatkan aktivitas siswa ke arah yang lebih baik pada kelas VII  SMPN 1 Lubuk Muda.

B. Saran
Diharapkan kepada guru-guru Biologi dan mata pelajaran lain dapat menggunakan model Pembelajaran Kooperatif struktural tipe TPS sebagai salah satu model pembelajaran untuk menggantikan pembelajaran tradisional yang didominasi oleh guru, sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard. 1997. Classroom Intruction and Management : New York. Mc Grow-Hill Companics Inc.

Depdikbud. 1995. Petunjuk Teknis Mata Pelajaran Biologi SLTP, Jakarta. Depdikbud.

Eggen et al. 1996. Strategi for Teach Content and Thinking Skill. Third Edition Boston Allyn Bacon.
Muslimin, Ibrahim. dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya, Unesa.
Purwanto . 1991. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Mengajar. Rosda Karya Bandung.
Slavin, RE. 1995. Cooperative Learning Theori Research and Practice Boston. Allyn Bacon.
 
My Blog : Coretan Seorang Gadis Melayu | Coret Digital | HC Pakning
Copyright © 2011. Blog Meliana Meldi - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger