Selamat Datang di Blog Meliana

Pantun Kasih Sayang



Beribu-ribu ular di sawah,
hanya satu yg berbisa,
beribu-ribu banyak pria
hanya satu yang kucinta..


Bukan bukit sembarang bukit
banyak terdapat pohon mengkudu
banyak sakit sembarang sakit
tidak sesakit menanggung rindu..


Bukan layang sembarang layang
layang tersangkut dipohon pinang
jangan pandang sembarang pandang,
nanti  tuan bisa gila bayang..


Beradu piring dengan cawan
buah ketimun dalam canting
kasih saya kepada tuan
umpama darah dalam daging


Sudah lama tidak ke ladang
tinggi rumput dari lah lalalng
sudah lama mata memandang
akhirnya cintapun menyambang...


Bukan pedang sembarang pedang
pedang dibawa ke medan perang
bukan kumbang sembarang kumbang
kumbang bertanduk yang aku sayang


Asam kandis mari diiris
manis sekali rasa isinya
di lihat manis,dipandang manis
lebih manis hati budinya...


Jalan-jalan ke pekanbaru
tidak lupa membeli labu
sungguh enak pengantin baru
sudah malam masuk kelambu...


Sungguh sayang bunga kenanga
kalau disimpan dibawah meja
sungguh sayang kenangan lama
kalau dibuang begitu saja


Sungguh indah pantai kuta
banyak orang datang tamasya
sungguh indah saat jaatuh cinta
serasa dunia milik berdua...


Jangan tuan memakan nangka
kalau takut kena getahnya
jangan tuan katakan cinta
kalau tidak ada sikap setia


Kecil-kecil ikan sepat
hitam-hitan kereta api
kalau cinta sudah melekat
tak bisa lagi ke lain hati....



Kilas Peribahasa

Mungkin anda merasa asing dengan peribahasa ini. Tidak, tidak perlu anda membuka kembali buku-buku pelajaran untuk menemukan peribahasa ini karena peribahasa ini baru saja ‘lahir’



Di mana meja kau buat, di situ kolong kau dapat
artinya
Setiap yang kita perbuat, selain hasil yang ingin didapat juga ada efek, resiko ataupun konsekuensi yang harus kita terima. Berpikir sebelum bertindak, itulah yang semestinya. Sebagai contoh, apabila kita melakukan kebaikan maka kita akan mendapatkan pahala sebagai ganjarannya. Diluar itu kita juga akan merasakan ketenangan, ketentraman dan kepuasan batin yang tidak bisa direkayasa ataupun dipaksa, kecuali dengan kita melakukannya. Sebaliknya bila kita melakukan kejahatan, maka selain dosa yang harus ditanggung, juga kita akan merasakan kegelisahan, ketegangan, perasaan bersalah hingga dibenci banyak orang. Apapun yang kita lakukan, selalu ada efek, resiko dan konsekuensi yang menyertainya.

Ada banyak Peribahasa lain yang diantaranya adalah : 

1. Gara-gara nila setitik,rusak susu sebelanga.
    (artinya gara -gara sedikit,rusak atau hancur semuanya).


2 .Bagai api dalam sekam.  
    (artinya ada dendam yang membara didalam hati,tapi tak kelihatan dari luar )


3. Bukan sumur yang mencari timba, tapi timba yang mencari sumur. 
    (artinya bukan perempuan yang mengejar    lelaki, tapi lelaki yang mengejar perempuan).


4.Tangan yang diatas lebih baik dari tangan yang dibawah. 
   (artinya. memberi sesuatu / bantuan lebih baik dari meminta sesuatu).

Bingung

bingung banyak kerjaan tak tau mana dulu yang harus dikerjakan, hari ni cuma daftar alexa aja

meliana74.co.cc/ng0MFbo8QL8-tar23JNc4TgVlzE.txt


 ng0MFbo8QL8-tar23JNc4TgVlzE.txt

Sejarah Melayu

Bahasa Indonesia Dituturkan diIndonesia, Malaysia, Timor Leste, Brunei,Singapura, DaerahIndonesia, Malaysia, Timor Leste, Brunei,Singapura
Jumlah penutur17–30 juta penutur asli total 140–220 juta, Peringkat56.

Rumpun bahasaAustronesia
* Malayo-Polinesia
* Malayo-Polinesia Inti
* Sunda-Sulawesi
* Melayik
* Melayu
* Melayu Lokal
* Bahasa Indonesia
Status resmi
Bahasa resmi di Indonesia
Diatur olehPusat Bahasa
Kode-kode bahasa
ISO 639-1id
ISO 639-2ind
ISO 639-3ind
Keterangan:
Wilayah Bahasa Indonesia dominan dipertuturkan dan sebagai bahasa resmi.
Wilayah Bahasa Indonesia dituturkan oleh minoritas.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia[1] dan bahasa
persatuan bangsa Indonesia[2]. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya
setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan
dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, Bahasa Indonesia berposisi
sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari
banyak ragam bahasa Melayu[3]. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu
Riau[4]dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat
penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan
berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia”
diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari
kesan “imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap
digunakan.[5] Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari
varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga
saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan
kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa
daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa
Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga
Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia
sebagai bahasa ibu.[6] Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi
sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya
atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di
perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat
resmi, dan berbagai forum publik lainnya,[7] sehingga dapatlah dikatakan bahwa
Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.[8] Dasar-dasar
yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu
beberapa minggu.
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari
cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua
franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu
(sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang
ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa
Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa
Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui
cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau
Jawa[10]dan Pulau Luzon.[11] Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra,
kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik
(classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan
Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi.
Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa,
dan Semenanjung Malaya.[rujukan?] Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires,
menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera
dan Jawa.Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru
bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai
masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat
dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa
Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata
Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada
periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga
sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris
meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu.
Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam
kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan
jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang
administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan
teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas,
knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur
bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah
penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya
berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge,
tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad
ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang
paling penting di “dunia timur”.[12] Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini
melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan
bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa
Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di
beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon,
dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan
varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia.
Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa
surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19).[13] Varian-varian
lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari
istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk
bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa
yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional di masa itu,
karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok
bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang
kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya
tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca,
tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman
[sunting]Bahasa Indonesia
Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai
untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan
bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada
bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah
sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu
pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra
dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah “embrio” bahasa Indonesia
yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai
terlihat. Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van
Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian
dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[12] Ejaan Van
Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van
Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de
Volkslectuur (“Komisi Bacaan Rakyat” – KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini
menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A.
Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil
di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan
program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700
perpustakaan.[14]Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai “bahasa persatuan
bangsa” pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa
Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus,
sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di
Jakarta, Yamin mengatakan,”Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan
kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa
Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa
persatuan.”[15]Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi
oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan
Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil
Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan
kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.[16]Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia
Gaya penulisan artikel atau bagian ini tidak atau kurang cocok untuk Wikipedia.
Silakan lihat halaman pembicaraan. Lihat juga panduan menulis artikel yang lebih baik.
Perinciannya sebagai berikut:
1. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku
bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat),
yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini
menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku
penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit
membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
2. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam
pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang
berpidato menggunakan bahasa Indonesia.[17]
3. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa
Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
4. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya
sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
5. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia.
6. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo.
Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan
Indonesia saat itu.
7. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang
salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara.
8. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti
ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
9. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia
untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa
kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
10. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia,
meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui
pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan
Presiden No. 57 tahun 1972.
11. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan
Nusantara).
12. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah
Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan
perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
13. Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di
Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah
Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara
Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat
tercapai semaksimal mungkin.
14. Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar
bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat
seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia.
Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar
Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
15. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan
53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman,
Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika
Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan
disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
16. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII
di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan
Pertimbangan Bahasa.
Penyempurnaan ejaan
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai
berikut:
Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van
Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang
kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah
kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus
disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan
untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan
kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Ejaan Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya.
Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada
kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti
pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik
selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
[sunting]Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden
Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun
1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa
Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan:
Indonesia
(pra-1972)
Malaysia
(pra-1972)
Catatan: Tahun 1947 “oe” sudah digantikan dengan “u”.
[sunting]Daftar kata serapan dalam bahasa Indonesia
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kata serapan dalam bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini
banyak menyerap kata-kata dari bahasa lain.
Asal Bahasa
Jumlah Kata
Belanda 3.280 kata
Inggris 1.610 kata
Arab 1.495 kata
Sanskerta-Jawa Kuno 677 kata
Cina 290 kata
Portugis 131 kata
Tamil 83 kata
Parsi 63 kata
Hindi 7 kata
Sumber: Daftar Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia (1996) yang disusun oleh
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).
Penggolongan Indonesia termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat subkelompok
dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan cabang dari bahasa
Austronesia. Menurut situs Ethnologue, bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa
Melayudialek Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra Distribusi geografis
Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak
digunakan di area perkotaan (seperti di Jakarta dengan dialek Betawi serta logat
Betawi).
Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip dialek
dan logat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan
sesama orang sedaerah kadang bahasa daerahlah yang digunakan sebagai pengganti
untuk bahasa Indonesia.
Kedudukan resmi Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum
dalam:
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
2. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,
serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
1. Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
2. Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Bunyi
Berikut adalah fonem dari bahasa indonesia mutakhir
Vokal
Depan
Madya
Belakang
Tertutupi
Tengahe
Hampir Terbuka
Terbukaa
Bahasa Indonesia juga mempunyai diftong /ai/, /au/, dan /oi/. Namun, di dalam
suku kata tertutup seperti air kedua vokal tidak diucapkan sebagai diftong
Konsonan
Bibir
Gigi
Langit2
keras
Langit2
lunak
Celah
suara
Sengaum
Letupp b t d c k g
Desis(f) s (z) (ç) (x) h
Getar/Sisi l r
Hampiranw j
* Vokal di dalam tanda kurung adalah alofon sedangkan konsonan di dalam tanda
kurung adalah fonem pinjaman dan hanya muncul di dalam kata serapan.
* /k/, /p/, dan /t/ tidak diaspirasikan
* /t/ dan /d/ adalah konsonan gigi bukan konsonan rongga gigi seperti di dalam
bahasa Inggris.
* /k/ pada akhir suku kata menjadi konsonan letup celah suara
* Penekanan ditempatkan pada suku kata kedua dari terakhir dari kata akar.
Namun apabila suku kata ini mengandung pepet maka penekanan pindah ke suku kata
terakhir.
Tata bahasa
Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak menggunakan kata
bergender. Sebagai contoh kata ganti seperti “dia” tidak secara spesifik
menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau perempuan. Hal yang sama
juga ditemukan pada kata seperti “adik” dan “pacar” sebagai contohnya. Untuk
memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat harus ditambahkan, “adik
laki-laki” sebagai contohnya.
Ada juga kata yang berjenis kelamin, seperti contohnya “putri” dan “putra”.
Kata-kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain. Pada kasus di atas,
kedua kata itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Jawa Kuno.
Untuk mengubah sebuah kata benda menjadi bentuk jamak
digunakanlah reduplikasi (perulangan kata), tapi hanya jika jumlahnya tidak
terlibat dalam konteks. Sebagai contoh “seribu orang” dipakai, bukan “seribu
orang-orang”. Perulangan kata juga mempunyai banyak kegunaan lain, tidak
terbatas pada kata benda.
Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, yaitu
“kami” dan “kita”. “Kami” adalah kata ganti eksklusif yang berarti tidak
termasuk sang lawan bicara, sedangkan “kita” adalah kata ganti inklusif yang
berarti kelompok orang yang disebut termasuk lawan bicaranya.
Susunan kata dasar yaitu Subyek – Predikat – Obyek (SPO), walaupun susunan kata
lain juga mungkin. Kata kerja tidak di bahasa berinfleksikan kepada orang atau
jumlah subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala (tense).
Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti, “kemarin”
atau “esok”), atau petunjuk lain seperti “sudah” atau “belum”.
Dengan tata bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya
sendiri, yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup membingungkan
bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.
[sunting]Awalan, akhiran, dan sisipan
Bahasa Indonesia mempunyai banyak awalan, akhiran, maupun sisipan, baik yang
asli dari bahasa-bahasa Nusantara maupun dipinjam dari bahasa-bahasa asing.
Untuk daftar awalan, akhiran, maupun sisipan dapat dilihat di halaman
masing-masing.
[sunting]Dialek dan ragam bahasa
Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut
pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut
sebagai ragam bahasa.
Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut:
1. Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu
sehingga ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang
digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa. Oleh karena
itu, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa
Melayu dialek Medan.
2. Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu
atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan
dialek remaja.
3. Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu.
Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
4. Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua
berbahasa Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam
pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad.
Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan
hubungan antarpembicara.
Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
1. ragam undang-undang
2. ragam jurnalistik
3. ragam ilmiah
4. ragam sastra
Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
1. ragam lisan, terdiri dari:
1. ragam percakapan
2. ragam pidato
3. ragam kuliah
4. ragam panggung
2. ragam tulis, terdiri dari:
1. ragam teknis
2. ragam undang-undang
3. ragam catatan
4. ragam surat-menyurat
Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan,
tetapi hanya untuk:
1. komunikasi resmi
2. wacana teknis
3. pembicaraan di depan khalayak ramai
4. pembicaraan dengan orang yang dihormati
Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.
[sunting]Lihat pula
* Peribahasa Indonesia
* Bahasa Melayu
* Kata serapan dalam bahasa Indonesia
* Daftar kata serapan dalam bahasa Indonesia
* Bahasa Belanda di Indonesia
* Perbedaan antara bahasa Melayu dan bahasa Indonesia
* Perbedaan antara sebutan bahasa Melayu basahan dan bahasa Indonesia
[sunting]Referensi
1. ^ Pasal 36 Undang-Undang Dasar RI 1945
2. ^ Butir ketiga Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928
3. ^ Kridalaksana H. 1991. Pendekatan tentang Pendekatan Historis dalam Kajian
Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia. Dalam Kridalaksana H. (penyunting). Masa
Lampau bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
4. ^ Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I 1939 di Solo: “jang
dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja
berasal dari ‘Melajoe Riaoe’ akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe
dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe
moedah dipakai oleh rakjat diseloeroeh Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh
kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia”, dikutip di
Pendahuluan KBBIcetakan ketiga.
5. ^ Asmadi T.D. Arti Tanggal 2 Mei bagi Bahasa Indonesia. Laman Lembaga Pers
Dr. Sutomo. Edisi 08 Februari 2010. diakses 5 Maret 2010.
6. ^ Depdiknas Terbitkan Peta Bahasa Blog BahasaKita 4 Maret 2009, mirror dari
berita AntaraOnline edisi 22 Oktober 2008.
7. ^ http://www.ohio.edu/LINGUISTICS/indonesian/index.html Why Indonesian is
important to learn. Situs pengajaran bahasa Indonesia di Ohio State University.
8. ^ Farber, Barry. J. How to learn any language quickly, enjoyably and on your
own. Citadel Press. 1991.
9. ^ Eliot, J., Bickersteth, J. Sumatra Handbook. Footprint. 2000.
10. ^ Penemuan prasasti berbahasa Melayu Kuno di Jawa Tengah (berangka tahun
abad ke-9) dan di dekat Bogor (Prasasti Bogor) dari abad ke-10 menunjukkan
adanya penyebaran penggunaan bahasa ini di Pulau Jawa
11. ^ Keping Tembaga Laguna (900 M) yang ditemukan di dekat Manila, Pulau
Luzon, berbahasa Melayu Kuna, menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan
Sriwijaya.
12. ^ a b (en)Best of The Best (Crème de la Crème)
13. ^ Hal ini tidak mengherankan karena banyak dari pengusaha penerbitan di
kala itu berasal dari etnis Tionghoa.
14. ^ Balai Pustaka, Berbenah Setelah Satu Abad. Kompas daring, 25 November
2009.
15. ^ [1]
16. ^ Teeuw, A (1986). Modern Indonesian Literature I.
17. ^ Etek, Azizah (2008). Kelah Sang Demang, Jahja Datoek Kajo, Pidato
Otokritik di Volksraad 1927 – 1939.
[sunting]Pranala luar
Wikibooks memiliki buku bertajuk
Bahasa Indonesia
Wikibooks memiliki buku bertajuk
Indonesian
* (id) Situs Pusba – Pusat Bahasa
* (id) Pusatbahasa: Sekilas tentang Sejarah Bahasa Indonesia
* (id) Kamus Besar Bahasa Indonesia
* (en) Ethnologue edisi 16
* (id) Piagam Hak Asasi Manusia dalam bahasa Indonesia
* (id) Tentang Bahasa Indonesia
* (id) Bahasa Indonesia Flash Thesaurus
[sunting]Pembelajaran bahasa Indonesia
* (id) (en) Bahasa Kita
* (en) Wikibooks – Belajar Bahasa Indonesia
* (en) Belajar Bahasa Indonesia
* (en) Belajar Bahasa Indonesia lewat Internet
* (en) Belajar Bahasa Indonesia online
* (en) Indonesia WWW Virtual Library

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE

Abstrak

Telah dilakukan Penelitian Penelitian Tindakan Kelas dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar Biologi melalui model Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share di kelas VII  SMPN 1 Lubuk Muda sebagai sampel dalam penelitian ini siswa kelas VII  sebanyak 42 orang. Parameter penelitian adalah hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa. Aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran dikumpulkan dengan lembaran observasi merupakan data penunjang. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar sebelum dan sesudah tindakan, pada siklus pertama 54,76% dari siswa yang tuntas dan pada siklus kedua, 76,19% siswa yang tuntas. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat meningkatkan hasil belajar Biologi.
Kata Kunci : Model, Pembelajaran, Kooperatif, Tipe Think-Pair-Share

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan akan dapat dicapai dengan peningkatan proses pembelajaran. Usaha untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelas, berarti telah ikut meningkatkan mutu pendidikan secara umum. Proses pembelajaran mempunyai kedudukan yang sentral dan strategis dalam kegiatan pendidikan disekolah. Betapapun tepat dan baiknya bahan ajar yang ditetapkan belum menjamin akan tercapainya tujuan pendidikan dan salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan itu adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada keterlibatan siswa secara optimal. Dengan demikian upaya untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelas merupakan usaha meningkatkan mutu hasil pembelajaran.
Sebagai guru Biologi di SMPN 1 Lubuk Muda pada kelas VII selalu merasa tidak puas dalam melaksanakan proses pembelajaran. Hambatan yang ditemui antara lain kelas selalu pasif, motivasi belajar siswa sangat rendah dan sangat sulit dalam berinteraksi sesama siswa dan guru, sehingga kelas selalu didominasi oleh guru. Ini semua bermuara pada rendahnya hasil belajar dan ketuntasan belajar yang dapat dilihat dari hasil analisis ulangan harian sebelumnya yaitu 35,71%.
Berdasarkan kenyataan yang ada maka penulis sebagai guru Biologi SMPN I Bangkinang mengadakan Penelitian Tindakan Kelas untuk memperbaiki strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif, sehingga motivasi dan aktivitas siswa akan meningkat.
Model pembelajaran kooperatiftipe Think-Pair-Share adalah salah satu pendekatan yang menekan pada struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa (Ibrahim, 2000).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Apakah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII SMPN I Lubuk Muda melalui model Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Bagi Siswa
a. Untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa, sehingga pembelajaran lebih menyenangkan, aktif dan kreatif.
b. Dapat meningkatkan aktivitas kerja kelompok.
c. Untuk membiasakan siswa belajar secara kelompok sehingga diharapkan siswa lebih peka terhadap berbagai perbedaan pendapat yang terdapat di masyarakat.
2. Bagi Guru
a. Meningkatkan motivasi guru dalam proses pembelajaran.
b. Meningkatkan kemampuan guru untuk menciptakan proses pembelajaran yang menarik.
c. Memberikan altematif lain bagi guru sehingga memperkaya khasanah pengetahuan guru dalam bidang strategi pembelajaran.


3. Bagi Sekolah
a. Memberikan landasan dan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Meningkatkan kinerja sekolah melalui peningkatan profesionalisme guru.
KAJIAIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Teori
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS)
Pembelajaran kooperatif berasal dari istilah Cooperative Learning, yaitu kerja sama dalam pembelajaran. Watson (1991) yang dikutip Tanjung (1998) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai lingkungan belajar dimana siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang kemampuannya berbeda-beda untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Di dalam kelas kooperatif, siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 - 6 siswa yang bersifat heterogen (Suryandi, 1998).
Salah satu pendekatan kooperatif adalah pendekatan struktural yang dikembangkan oleh Spencer (Kagen, 1993), ada dua macam pendekatan struktural yaitu Think-Pair-Share (TPS) dan Numbered-Head-Together NHD. Pada penelitian tindakan kelas ini penulis menggunakan TPS.
Menurut Ibrahim (2000), TPS memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berfikir, menjawab dan saling memberi satu sama lain. TPS adalah sebagai ganti tanya jawab seluruh kelas. Dalam pelaksanaan di kelas, TPS terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
 Thinking, guru menyajikan informasi yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkannya secara mandiri dalam beberapa saat.
 Pairing, guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya. Disini pasangan akan berbagi pendapat atau ide jika persoalannya telah diidentifikasi.
 Sharing, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang hal yang telah mereka sepakati. Ini bergiliran sampai lebih kurang seperempat dari jumlah pasangan yang ada di kelas mendapatkan kesempatan untuk tampil.
Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
a. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan berbeda.
c. Bila mana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, kelamin yang berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan penting, yaitu prestasi akademik, penerimaan terhadap keberagaman dan pengembangan keterampilan sosial (Arends, 1997).
1. Prestasi akademik
Belajar kooperatif saling menguntungkan antara siswa yang berprestasi tinggi dan siswa yang berprestasi rendah, yang bekerja bersama-sama dalam tugas-tugas akademik. Siswa berkemampuan lebih tinggi dapat menjadi tutor bagi siswa yang berkemampuan rendah. Dalam proses ini siswa berkemampuan lebih tinggi secara akademik mendapat keuntungan, karena pemikiran yang lebih mendalam. Pemikiran yang lebih mendalam dimaksud biasanya disebut keterampilan metakognitif. Menurut Slavin (1994), keterampilan metakognitif adalah pengetahuan siswa tentang berapa banyak waktu yang diperlukan untuk mempelajari sesuatu dan pengetahuan bagaimana belajar dan memecahkan masalah serta memonitor prilaku pembelajarannya sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang berkemampuan rendah dapat menambah ilmu pengetahuan dengan lebih baik sebab belajar dengan teman sebaya lebih komunikatif karena bahasanya mudah dimengerti.
2. Penerimaan terhadap keragaman
Belajar kooperatif menyajikan peluang siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dan saling bergantung pada tugas-tugas rutin dan melalui penggunaan struktur pembelajaran kooperatif, belajar menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Belajar kooperatif bertujuan mengajarkan kepada siswa keterampilan-keterampilan bekerja sama. Hal ini adalah keterampilan-keterampilan yang penting dimiliki dalam suatu masyarakat. Untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif siswa harus dilatih terlebih dahulu tentang keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini bertujuan untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antara anggota kelompok
Hasil Belajar
Hasil belajar yang menjadi ukuran pada Penelitian Tindakan Kelas ini adalah ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar yaitu anggapan bahwa siswa sudah mengerti materi yang diajarkan. Ketuntasan belajar secara individual apabila daya serap siswa minimal 65%, sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal apabila 85% dari jumlah siswa di kelas memperoleh nilai 65 atau 6,5 (Depdikbud,1995).
B. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah model Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share yang dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Biologi di kelas VII SMP N I Lubuk Muda.
METODOLOGI PENELITIAN
Setting Penelitian
Penelitian ini berupa Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan di SMPN I Lubuk Muda tahun pelajaran 2010/2011.
Subjek Penelitian
Subjek dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas VII SMP N I Lubuk Muda tahun pelajaran 2010/2011 sebanyak 42 siswa, kelas ini tergolong berkemampuan rendah.
Rencana Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 4 tahap yaitu:
1. Tahap perencanaan
a. Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen pengumpulan data yang terdiri dari :
- Rencana Pembelajaran
- Lembar Kegiatan Siswa
- Lembar Observasi Aktivitas Siswa
- Lembar Observasi Aktivitas Guru
- Alat Evaluasi
b. Membentuk kelompok-kelompok belajar sesuai dengan model kooperatif tipe TPS.
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini dilaksanakan proses pembelajaran kooperatif tipe TPS yang terdiri dari 2 siklus.
3. Tahap observasi
Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan dengan menggunakan llembar observasi.
4. Tahap refleksi
Data yang diperoleh dari kegiatan observasi dan hasil belajar dianalisa, hasilnya dijadikan pedoman untuk tindakan pada siklus berikutnya.
C. Analisa Data
Pada tahap ini dilakukan 2 macam analisa yaitu analisa terhadap hasil belajar dan aktivitas guru.
1. Hasil belajar diambil dari nilai ulangan harian dengan kategori sebagai berikut:
85 - 100 Tinggi Sekali
75 - 84 Tinggi
65 - 74 Sedang
55 - 64 Kurang
< 54 Kurang Sekali
Selanjutnya dari hasil belajar yang diperoleh dicari ketuntasan belajar individu maupun klasikal. Untuk menentukan klasikal dapat dihitung dengan menggunakan rumus:




Keterangan :
NP = Persentase yang dicari atau yang diharapkan.
2. Akivitas siswa dan aktivitas guru dengan menggunakan lembaran observasi sebagai data penunjang.
D. Hasil dan pembahasan
Pelaksanaan Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIIF SMPN 1 Lubuk Muda pada pokok bahasan ciri-ciri makhluk hidup untuk tindakan siklus 1 dan ciri-ciri manusia berdasarkan usia untuk tindakan siklus 2.
Sebelum pertemuan 1 dilaksanakan maka diberitahukan kepada siswa tentang pembagian kelompok berdasarkan struktural. Pada siklus 1 kelompok dibagi berdasarkan perbedaan jenis kelamin dan pada siklus 2 dibagi berdasarkan hasil ulangan harian pada siklus 1.
Penyajian Kelas
Penerapan model kooperatif dengan pendekatan struktural tipe TPS pada pokok bahasan Ciri-ciri Makhluk Hidup terdiri dari 4 pertemuan, I kali ulangan harian dan pokok bahasan ciri-ciri Manusia Berdasarkan usia juga terdiri dari 4 kali pertemuan, 1 kari ulangan harian dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Siklus 1
1) Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit. Guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS sesuai dengan rencana pembelajaran yang sudah disiapkan. Selama proses pembelajaran berlangsung, observasi kelas juga dilakukan antara lain aktivitas siswa dan guru yang diamati oleh observer. Pada pertemuan ini aktivitas siswa dalam berkooperatif sangat rendah sekali, mereka tidak mau bekerja sama dengan pasangan masing-masing. Sebagian besar bekerja secara individual walaupun guru sudah mengarahkan untuk bekerja sama dengan kelompok atau pasangannya. Pada pertemuan 1 ini hanya 1 kelompok yang dapat mempersentasekan hasil mereka yaitu kelompok Jeruk 1 dan waktu sudah habis, dan langsung diberikan aplus sebagai penghargaan. Hal ini disebabkan siswa belum terbiasa terlibat aktif dalam PBM sehingga sulit untuk membimbingnya.
2) Pertemuan Kedua
Proses pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disiapkan. Pada pertemuan kedua ini guru mengingatkan lagi bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS dimana kerja sama dengan pasangan sangat diutamakan. Di sini sudah mulai ada aktivitas siswa dalam kelompoknya. Guru mengingatkan bahwa LKS yang dikumpulkan adalah hasil kerja kelompok dan bukan hasil kerja individu. Pada pertemuan kedua ini ada 3 kelompok yang mempersentasekan hasil diskusi mereka yaitu Mangga 1, Apel 2 dan Pisang 1. Berdasarkan hasil penilaian dari siswa dan guru maka kelompok yang mendapatkan penghargaan adalah kelompok Mangga 1.
3) Pertemuan Ketiga
Proses pembelajaran sama dengan 1 dan 2. Pada pertemuan ini 4 kelompok yang mempersentasekan hasil diskusi mereka yaitu Nenas 1, Jeruk 2, Anggur 1 dan Jambu 1. Kelompok yang mendapatkan penghargaan adalah Jambu 1l.
4) Pertemuan Keempat
Proses pembelajaran sama dengan sebelumnya, aktivitas siswa baru pada tahap 1, dan 2 sedangkan untuk tahap 4, 5, 6 dan 7 sangat kurang sekali. Setelah siklus 1 selesai dilaksanakan refleksi, hasil refleksi disimpulkan bahwa hasil belajar belum memuaskan dan aktivitas siswa dalam berpasangan belum sempurna dan direncanakan merubah pasangan dalam kelompok dengan harapan hasil belajar dan aktivitasnya akan meningkat.

b. Siklus 2
1) Pertemuan Pertama
Di awal pembelajaran guru mengumumkan perubahan pasangan dalam kelompok. Kelompok disusun berdasarkan nilai ulangan harian pada siklus 1 yaitu nilai tinggi berpasangan dengan nilai rendah, selanjutnya guru melaksanakan proses pembelajaran dengan rencana pembelajaran berdasarkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Pertemuan pertama ini kelas sedikit ribut karena terjadi pertukaran pasangan dan guru mengatur pasangan-pasangan agar mau bekerja sama. Diakhir pertemuan pasangan yang mempersentasekan hasil diskusinya hanya 1 kelompok dan waktu sudah habis kepadanya langsung penghargaan.
2) Pertemuan Kedua, Ketiga dan Keempat
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS sudah berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Segala komponen aktivitas baik guru maupun siswa yang diharapkan dalam model pembelajaran kooperatif sudah terlaksana. Siswa sudah bekerja dengan sesuai dengan langkahJangkah kooperatif tipe TPS.
Penyajian dan Analisis Data
Dalam penelitian ini data yang disajikan adalah hasil ulangan harian selama dilaksanakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural tipe TPS sebanyak 2 kali dan ketuntasan belajar.

a. Hasil Belajar Siswa
Pada bagian ini disajikan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural tipe TPS sebanyak 2 kali ulangan pada pokok bahasan ciri-ciri Makhluk Hidup dan ciri-ciri Manusia Berdasarkan Usia. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran kooperatif dengan
pendekatan struktural tipe TPS
Kriteria Hasil Belajar Hasil Belajar
Sebelum Sesudah
UH 1 UH 2
Tinggi Sekali 4 (9,52%) 4 (9,52%) 15 (35,71%)
Tinggi 7 (16,67%) 10 (23,81%) 10 (23,81%)
Sedang 4 (9,52%) 9 (21,43%) 7 (16,67%)
Kurang 9 (21,43%) 9 (21,43%) 1 (2,38%)
Kurang Sekali 18 (42,86%) 10 (23,81%) 9 (21,43%)
Jumlah 42 (100%) 42 (100%) 42 (100%)

Berdasarkan analisis tabel di atas dapat dijelaskan bahwa ada peningkatan hasil belajar sebelum dan sesudah tindakan dengan pembelajaran kooperatif struktural tipe TPS. Dapat dilihat bahwa hasil belajar ulangan I kurang baik, yang mencapai nilai tinggi sekali hanya 4 orang, sama dengan sebelum dilakukan model pembelajaran kooperatif untuk nilai tinggi dan sedang peningkatannya sedikit sekali.
Untuk ulangan harian II terjadi peningkatan belajar yang mendapat nilai tinggi sekali 15 orang, nilai tinggi 10 orang dan nilai sedang 7 orang. Kecilnya peningkatan hasil belajar pada ulangan harian I antara lain disebabkan pada proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif struktural tipe TPS belum berjalan dengan baik, guru masih sulit untuk mengaktifkan siswa dalam kelompok, membaca, mengerjakan LKS dan persentase di depan kelas. Pada siklus ini dapat dikatakan sebagian siswa masih bekerja secara individual walaupun sudah berada dalam kelompoknya.
Pada ulangan harian II terlihat peningkatan hasil belajar, ini disebabkan siswa dalam proses pembelajaran sudah terbiasa dengan model pemberajaran kooperatif struktural tipe TPS. Aktivitas siswa dalam kelompok sudah baik, pasangan-pasangan bekerja dengan baik, llaporan LKS sudah merupakan hasil diskusi kelompok.
Sesuai dengan Eggen at all (1996) mengatakan pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan prestasi siswa, mempersiapkan siswa agar memiliki kepemimpinan dan pengalaman dalam membuat keputusan, juga memberi kesempatan bekerja dan belajar bersama dengan siswa yang berbeda adat-istiadat dan kemampuan.

b. Ketuntasan Belajar Siswa
Dari hasil belajar siswa selama dilaksanakan model pembelajaran kooperatif struktural tipe TPS dapat dilihat ketuntasan belajar siswa secara individu dan klasikal seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.
Ketuntasan belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran kooperatif
struktural tipe TPS
Kriteria Hasil Belajar Hasil Belajar
Sebelum Sesudah
UH 1 UH 2
Tuntas 15 (35,71%) 23 (54,76%) 32 (76,19%)
Tidak Tuntas 27 (64,19%) 19 (45,24%) 10 (23,81%)
Jumlah 42 (100%) 42 (100%) 42 (100%)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat terjadi peningkatan ketuntasan belajar dibandingkan antara sebelum dan sesudah dilaksanakan pembelajaran kooperatif struktural tipe Tps. Dapat dilihat pada UH 1 siswa yang tuntas belajar sebanyak 54,76 % dan yang belum tuntas 45,24 %. Ketuntasan ini diduga siswa belum terbiasa dengan pembelajaran kooperatif struktural tipe TPS. Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran siklus 1 ini pelaksanaannya belum sesuai dengan pendekatan struktular tipe TPS. Masih ada siswa yang bekerja secara individual, tidak mau berinteraksi dengan teman kelompok, enggan mengajukan pertanyaan dan menanggapi. Pada UH 2, siswa yang tuntas sebanyak 76,19% dan yang berum tuntas 23,81%. Dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan ketuntasan belajar individu antara UH 1 dan UH 2. Pada siklus 2 ini proses pembelajaran sudah sesuai dengan tuntutan TPS hanya ada beberapa kelompok yang masih sukar untuk berinteraksi dengan siswa dengan kelompoknya.

c. Aktivitas Siswa dan Guru

1. Aktivitas Siswa
Sesuai dengan hasil observasi terlihat bahwa aktivitas siswa selama proses pembelajaran terjadi peningkatan. Pada siklus 1 pertemuan 1 dan 2 siswa masih asing dengan pendekatan TPS. Siswa pada saat mengerjakan LKS masih secara individu, tidak mau berdiskusi dengan teman dan pasangannya dan tidak ada yang bertanya dengan guru dan tidak ada yang menanggapi hasil persentase. Pada pertemuan 3 dan 4 beberapa kelompok sudah mulai aktif dalam kelompoknya baik mengerjakan LKS, berdiskusi dengan pasangan, bertanya kepada guru dan menanggapi hasil persentase. Pada siklus ini nampaknya banyak kelompok tidak mau bekerja sama kemungkinan disebabkan dasar pembagian kelompok adalah berpasangan berdasarkan jenis kelamin yang berbeda (pria dan wanita). Jadi banyak diantara siswa yang malu-malu bekerja sama dengan pasangannya. Berdasarkan hasil refleksi maka pada siklus 2 terjadi perubahan kelompok. Dasar penyusunannya adalah nilai akademik yaitu siswa yang bernilai tinggi dipasangkan dengan siswa yang bernilai rendah.
Pada siklus 2 nampaknya sudah terbiasa dengan pembelajaran kooperatif struktural tipe TPS, maka aktivitas kelompok sudah makin baik hanya ada beberapa kelompok yang masih tidak mau bekerja sama.

2. Aktivitas Guru
Pada siklus 1 guru sangat kesulitan untuk melatih keterampilan kooperatif kepada siswa karena selama ini siswa terbiasa belajar secara individual karena proses pembelajaran selama ini didominasi oleh guru. Pada siklus 2 guru sudah tidak kesulitan lagi melatih keterampilan kooperatif kepada siswa dan siswa sudah terbiasa bekerja sama dengan pasangannya. Hanya saja guru selalu kekurangan waktu karena siswa kelas VII ini belum terbiasa bekerja dengan waktu yang dibatasi.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil Penelitian Tindakan Kelas ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif struktural tipe TPS dapat:
1. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas Vll  SMPN 1 Lubuk Muda.
2. Meningkatkan ketuntasan belajar siswa kelas Vll  SMPN 1 Lubuk Muda.
3. Meningkatkan aktivitas siswa ke arah yang lebih baik pada kelas VII  SMPN 1 Lubuk Muda.

B. Saran
Diharapkan kepada guru-guru Biologi dan mata pelajaran lain dapat menggunakan model Pembelajaran Kooperatif struktural tipe TPS sebagai salah satu model pembelajaran untuk menggantikan pembelajaran tradisional yang didominasi oleh guru, sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard. 1997. Classroom Intruction and Management : New York. Mc Grow-Hill Companics Inc.

Depdikbud. 1995. Petunjuk Teknis Mata Pelajaran Biologi SLTP, Jakarta. Depdikbud.

Eggen et al. 1996. Strategi for Teach Content and Thinking Skill. Third Edition Boston Allyn Bacon.
Muslimin, Ibrahim. dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya, Unesa.
Purwanto . 1991. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Mengajar. Rosda Karya Bandung.
Slavin, RE. 1995. Cooperative Learning Theori Research and Practice Boston. Allyn Bacon.

BUDAYA MELAYU RIAU TINGKAT SMP/SEDERAJAT 3


PEMETAAN DAN STANDAR ISI


MATA PELAJARAN      : BUDAYA  MELAYU
KELAS/SEMESTER      : VIII / II
STANDAR KOMPETENSI
KOMPETENSI DASAR

Tahap
Berpikir

INDIKATOR

Tahap
Berpikir

MATERI
POKOK
               RUANG

ALOKASI
WAKTU
1
2
3
4

KESENIAN
3. Mengapresiasi dan   
    berkreasi kesenian
    Melayu Riau











































3.3  Mengidentifikasi jenis karya seni
       rupa daerah Riau.





3.4. Mengekspresikan karya seni  
       Ragam hias Melayu Riau.




3.5. Mendeskripsikan jenis kerajinan    
       tangan masyarakat Riau.








3.6. Berkreasi kerajinan tangan.












C 1






C 1/ P 2




    
  C 2









P 2












-          Mnyebutkan Jenis karya seni rupa daerah Riau
-          Mengidentifikasi karya seni rupa daerah riau
-          Mempraktekkan karya seni rupa yang berasal dari daerah riau

-          Menyebutkan ragam hias Melayu Riau
-          Menjelaskan ragam hias Melayu Riau
-          Menerapkan dalam kehidupan sehari-hari
-          Mengkatagorikan  kerajinan tangan masyarakata Riau
-          Menyebutkan daerah asal kerajinan yang telah dikatagorikan
-           menyebutkan alat-alat yang dipakai untuk membuat kerajinan masyarakat Riau
-          Menjelaskan bahan bahan yang digunakan dalam kerajinan masyarakat Riau
-          Membuat kerajinan tangan Melayu Riau daerah setempat
-          Menilai kerajinan tangatn Melayu Riau yang telah dibuat











C 1

C 1

P 2


C 1

C 2

C 3

C 2

C 1

C 1


C 2


P 2

















Jenis karya seni rupa daerah Riau





Ragam hias Melayu Riau




Kerajinan Tangan Masyarakat Riau








Praktek membuat Kerajanan Tangan Melayu Riau




















































































 4X40 Menit






2X40 Menit





4X40 Menit









4X40 Menit















  
SILABUS


Satuan Pendidikan    : SMP/Sederajat
Mata Pelajaran      : Muatan Lokal ( Budaya Melayu Riau )
Kelas / Semester    : VIII/II
Standar Kompetensi   : 1. Mengapresiasi dan berkreasi kesenian Melayu Riau    

Kompetensi Dasar
Materi pokok/Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Indikator
Penilaian
Alokasi Waktu
Sumber/Bahan Belajar
KESENIAN
3.3. Mengidentifikasi   
      jenis karya seni
       rupa daerah Riau.







3.4. Mengekspresikan    
       karya seni  ragam  
       hias Melayu   
       Riau.




3.5. Mendeskripsikan   
       jenis kerajinan    
       tangan  
       masyarakat Riau.









3.6. Berkreasi   
       kerajinan tangan.













3.3.1.Jenis karya seni rupa daerah Riau









3.3.2.Ragam hias Melayu Riau






3.3.3.Kerajinan Tangan Masyarakat Riau











3.3.4.Praktek membuat Kerajanan Tangan Melayu Riau

















Peserta didik Mengidentifikasi   jenis karya seni
rupa daerah Riau








Peserta didik mengekspresikan  
 karya seni   Ragam hias  
 Melayu  Riau





Peserta didik mampu mengkatagorikan kerajinan     tangan masyarakat    Riau.












Peserta didik mampu mengapresiasi dan   
berkreasi kerajinan tangan
Melayu Riau















-       -Menyebutkan jenis karya   seni rupa daerah Riau
- Mengidentifikasi karya 
 seni rupa daerah riau
-Mempraktekkan karya 
seni rupa yang berasal 
dari daerah riau



- Menyebutkan ragam  
  hias Melayu Riau
-Menjelaskan ragam hias 
  Melayu Riau
-Menerapkan dalam
  kehidupan sehari-hari


-Mengkatagorikan  kerajinan tangan masyarakata Riau
-Menyebutkan daerah asal kerajinan tangan yang telah dikatagorikan
- menyebutkan alat-alat yang dipakai untuk membuat kerajinan masyarakat Riau



-Menjelaskan bahan bahan yang digunakan dalam kerajinan masyarakat Riau


-Membuat kerajinan tangan Melayu Riau daerah setempat
-Menilai kerajinan tangan Melayu Riau








Lisan





Praktek






Tes tertulis









Tes tertulis


Lisan











Unjuk kerja




















4 x 40 menit












2 x 40 menit









4 x 40 menit














4 x 40 menit




















Buku-buku Ragam Budaya Melayu Riau yang relevan














                                                                                                                                                                                                                                                Pekanbaru, .........................
Mengetahui,
                                                          Kepala Sekolah                                                                                                                                                                        Guru Mata Pelajaran




 TAHAPAN BERPIKIR  BERDASARKAN TAXANOMY  BLOOM

 Kata Kerja Operasional Ranah Kognitif

Pengetahuan
Pemahaman
Penerapan
Analisis
Sintesis
Penilaian
Mengutip
Menyebutkan
Menjelaskan
Menggambar
Membilang
Mengidentifikasi
Mendaftar
Menunjukkan
Memberi label
Memberi indeks
Memasangkan
Menamai
Menandai
Membaca
Menyadari
Menghafal
Meniru
Mencatat
Mengulang
Mereproduksi
Meninjau
Memilih
Menyatakan
Mempelajari
Mentabulasi
Memberi kode
Menelusuri
Menulis
Memperkirakan
Menjelaskan
Mengkategorikan
Mencirikan
Merinci
Mengasosiasikan
Membandingkan
Menghitung
Mengkontraskan
Mengubah
Mempertahankan
Menguraikan
Menjalin
Membedakan
Mendiskusikan
Menggali
Mencontohkan
Menerangkan
Mengemukakan
Mempolakan
Memperluas
Menyimpulkan
Meramalkan
Merangkum
Menjabarkan

Menugaskan
Mengurutkan
Menentukan
Menerapkan
Menyesuaikan
Mengkalkulasi
Memodifikasi
Mengklasifikasi
Menghitung
Membangun
Membiasakan
Mencegah
Menentukan
Menggambarkan
Menggunakan
Menilai
Melatih
Menggali
Mengemukakan
Mengadaptasi
Menyelidiki
Mengoperasikan
Mempersoalkan
Mengkonsepkan
Melaksanakan
Meramalkan
Memproduksi
Memproses
Mengaitkan
Menyusun
Mensimulasikan
Memecahkan
Melakukan
Mentabulasi
Memproses
Meramalkan
Menganalisis
Mengaudit
Memecahkan
Menegaskan
Mendeteksi
Mendiagnosis
Menyeleksi
Merinci
Menominasikan
Mendiagramkan
Megkorelasikan
Merasionalkan
Menguji
Mencerahkan
Menjelajah
Membagankan
Menyimpulkan
Menemukan
Menelaah
Memaksimalkan
Memerintahkan
Mengedit
Mengaitkan
Memilih
Mengukur
Melatih
Mentransfer
Mengabstraksi
Mengatur
Menganimasi
Mengumpulkan
Mengkategorikan
Mengkode
Mengombinasikan
Menyusun
Mengarang
Membangun
Menanggulangi
Menghubungkan
Menciptakan
Mengkreasikan
Mengoreksi
Merancang
Merencanakan
Mendikte
Meningkatkan
Memperjelas
Memfasilitasi
Membentuk
Merumuskan
Menggeneralisasi
Menggabungkan
Memadukan
Membatas
Mereparasi
Menampilkan
Menyiapkan Memproduksi
Merangkum
Merekonstruksi

Membandingkan
Menyimpulkan
Menilai
Mengarahkan
Mengkritik
Menimbang
Memutuskan
Memisahkan
Memprediksi
Memperjelas
Menugaskan
Menafsirkan
Mempertahankan
Memerinci
Mengukur
Merangkum
Membuktikan
Memvalidasi
Mengetes
Mendukung
Memilih
Memproyeksikan




Kata Kerja Operasional Ranah Afektif

Menerima
Menanggapi
Menilai
Mengelola
Menghayati
Memilih
Mempertanyakan
Mengikuti
Memberi
Menganut
Mematuhi
Meminati

Menjawab
Membantu
Mengajukan
Mengompromikan
Menyenangi
Menyambut
Mendukung
Menyetujui
Menampilkan
Melaporkan
Memilih
Mengatakan
Memilah
Menolak
Mengasumsikan
Meyakini
Melengkapi
Meyakinkan
Memperjelas
Memprakarsai
Mengimani
Mengundang
Menggabungkan
Mengusulkan
Menekankan
Menyumbang
Menganut
Mengubah
Menata
Mengklasifikasikan
Mengombinasikan
Mempertahankan
Membangun
Membentuk pendapat
Memadukan
Mengelola
Menegosiasi
Merembuk
Mengubah perilaku
Berakhlak mulia
Mempengaruhi
Mendengarkan
Mengkualifikasi
Melayani
Menunjukkan
Membuktikan
Memecahkan

 Kata Kerja Operasional  Ranah Psikomotorik
Menirukan
Memanipulasi
Pengalamiahan
Artikulasi
Mengaktifkan
Menyesuaikan
Menggabungkan
Melamar
Mengatur
Mengumpulkan
Menimbang
Memperkecil
Membangun
Mengubah
Membersihkan
Memposisikan
Mengonstruksi
Mengoreksi
Mendemonstrasikan
Merancang
Memilah
Melatih
Memperbaiki
Mengidentifikasikan
Mengisi
Menempatkan
Membuat
Memanipulasi
Mereparasi
Mencampur
Mengalihkan
Menggantikan
Memutar
Mengirim
Memindahkan
Mendorong
Menarik
Memproduksi
Mencampur
Mengoperasikan
Mengemas
Membungkus

Mengalihkan
Mempertajam
Membentuk
Memadankan
Menggunakan
Memulai
Menyetir
Menjeniskan
Menempel
Menseketsa
Melonggarkan
Menimbang


                                             
 
My Blog : Coretan Seorang Gadis Melayu | Coret Digital | HC Pakning
Copyright © 2011. Blog Meliana Meldi - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger